Sosialisasi Literasi Digital di Ponpes Mlangi Yogyakarta Bicara soal Masa Depan Pesantren

Arif
Sosialisasi literasi digital di Ponpes Mlangi Sleman Yogyakarta berbicara soal masa depan pesantren. (foto/ist)

Yogyakarta, iNewsBlitar - Sosialisasi literasi digital di Pondok Pesantren Assalafiyyah Mlangi, Sleman Yogyakarta berbicara tentang masa depan pesantren yang lebih bermakna.

 

Yang pertama-tama dibutuhkan adalah membangun ekosistem digital pesantren. Dr Kiai Irwan Masduqi selaku pembicara mengatakan, dengan hadirnya ekosistem digital langkah akan lebih mudah.

 

Apa itu? Yakni mengubah semua tantangan yang ada menjadi peluang yang berinovasi. “Pesantren berkontribusi positif membangun sentra bisnis digital dan digital bisnis,” kata Irwan Masduqi di depan peserta sosialisasi digital.

 

Sosialisasi literasi digital yang dikemas dalam bentuk talk show itu dihadiri sebanyak 1.300-an peserta. Sosialisasi mengambil tema: Mengoptimalkan Literasi Digital untuk Masa Depan yang Bermakna.

 

Pada era digitalisasi kini warga pesantren diharapkan mampu melek literasi digital. Untuk menciptakan ekosistem digital, para santri hendaknya memahami apa itu literasi digital.

 

Menurut Kiai Irwan, ada lima hal yang perlu dipersiapkan, yakni investment, mentorship, logistical support, networking dan corporate innovation.  

 

“Setelah itu bisa ditindaklanjuti dengan melakukan inovasi yang bermuara pada bisnis digital dan digital bisnis. Di antaranya adalah  membuat website builder, dakwah online dan membuat sistem keuangan terpadu,” paparnya.

  

Yana Hendriana dari akademisi kampus mengatakan era digital telah mendobrak cara pandang konvensional menjadi super digital. Perubahan itu membawa dampak pada prilaku budaya.

 

“Prilaku budaya kita menjadi limbung menghadapi perubahan yang sangat cepat ini,” katanya.

 

Pada era digitalisasi, tekhnologi digital telah merebut posisi manusia sebagai produsen budaya. Yang terjadi kemudian, kata Yana manusia hidup dalam kekosongan makna.

 

Hal itu diperparah dengan situasi yang sulit membedakan antara fakta dan hyper realitas. ”Tidak semua orang mampu menyelami hidup yang begitu cepat berubah,” ungkapnya.

Sosialisasi berlangsung gayeng. Antara peserta dan pembicara berlangsung tanya jawab secara langsung. Lebih jauh disampaikan Yana, di era digitalisasi, media menjadi ujung tombak kemajuan.

 

Media menjadikan manusia sekedar komoditas. Kebudayaan berdiri di tengah zaman Post Truth era. Dan yang perlu disiapkan dari pelaku literasi digital adalah penguasaan pada digital skill, digital etik, digital culture dan digital safety.

 

“Masa yang semakin susah mengais kebenaran sejati, kecuali berondongan informasi yang jauh dari jejak fakta obyektif,” bebernya.

 

Pembicara sosialisasi digital Abdullah Soedarmo, ST mengatakan, algoritma telah meracuni kehidupan pribadi manusia. Keberadaan tekhnologi membuat keamanan data pribadi terancam.

 

Karena itu, kata Abdullah, datangnya informasi tidak seharusnya langsung dipercaya, terutama yang berpotensi hoaks. Setiap pelaku literasi digital hendaknya memiliki nalar kritis, kreatifitas, komunikasi dan berkolaborasi.

 

“Informasi yang datang harus ditelusuri dulu, dipastikan kebenarannya,” katanya.

 

Dalam acara sosialisasi juga disampaikan bahwa terus belajar itu lebih penting daripada menggantungkan diri sepenuhnya pada tekhnologi. Warga pesantren diharapkan tumbuh sebagai insan yang adaptabel.

 

Kemudian tidak perlu takut atau pun minder menjajal hal-hal baru. Adanya tekhnologi, kata Abdulloh sebaiknya dipakai untuk hal-hal kebaikan, yakni sesuai fungsinya.

 

“Dan itu bisa dimulai dulu mulai sekarang,” pungkasnya.

Editor : Solichan Arif

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network