BLITAR, iNewsBlitar – Wakil Bupati Blitar Beky Herdihansah merangkap sebagai Ketua KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia) Kabupaten Blitar.
Pada Sabtu 10 Mei 2025 Wabup Beky terpilih secara aklamasi sebagai Ketua KONI Kabupaten Blitar periode 2025-2029 tanpa kompetisi lantaran calon tunggal.
Moh Trijanto, aktivis anti korupsi Komite Rakyat Pemberantas Korupsi (KRPK), jaringan ICW di Jawa Timur mempertanyakan moralitas dan etika Wabup Beky.
Posisi wabup sebagai pejabat publik dan kemudian merangkap Ketua KONI dinilai rawan terjadi konflik kepentingan, terutama menyangkut anggaran.
“Ini bukan soal boleh atau tidak secara normatif hukum. melainkan soal moralitas publik, etika kekuasaan, dan potensi konflik kepentingan yang patut dikritisi secara serius,” ujar Moh Trijanto Sabtu 10 Mei 2025.
Secara aturan memang tidak dilarang lagi pejabat publik menjabat Ketua KONI. Hal itu mengacu UU No 11 Tahun 2022 sebagai perubahan regulasi sebelumnya.
Trijanto tidak mempersoalkan hal itu karena aturannya memang membolehkan. Yang ia pertanyakan adalah moralitas publik dan etika yang dimiliki Wabup Beky.
Wakil bupati merupakan pejabat publik yang punya akses anggaran, termasuk dana hibah untuk KONI. Menjadi kurang beretika ketika yang usul, mengesahkan dan mengelola anggaran adalah orang yang sama.
Pada sisi lain perubahan regulasi yang membolehkan pejabat publik menjadi Ketua KONI bukan berarti meniadakan kewajiban etik dan prinsip tata kelola yang bersih.
“Secara politik kita sedang membuka ruang bagi praktik self-dealing atau conflict of interest. Ini berbahaya dalam kerangka demokrasi lokal dan integritas kelembagaan,” kata Trijanto.
Trijanto menilai Wabup Blitar ditengarai sengaja membiarkan terjadinya tumpang tindih otoritas di pemerintahan Kabupaten Blitar.
Akibatnya sistem checks dan balances menjadi tidak berjalan maksimal, keroposnya akuntabilitas serta terbukanya celah bagi patronase politik.
Dalam kerangka hukum tata negara, Wabup Beky telah mencederai prinsip perbedaan fungsi eksekutif dan organisasi kemasyarakatan yang seharusnya otonom dari pengaruh politik.
Yang juga perlu diingat, kata Trijanto keruntuhan demokrasi lokal bukan hanya disebabkan pelanggaran hukum, tapi juga matinya etika kekuasaan.
“Di mana jabatan strategis dijadikan alat konsolidasi kekuasaan, bukan pelayanan publik,” papar Trijanto.
Apakah ini langkah awal “bersih-bersih politik”? Mengingat Ketua KONI Kabupaten Blitar sebelumnya berseberangan di Pilkada 2024.
Jika memang bersih-bersih politik, menurut Trijanto tujuannya harus untuk pelayanan publik yang lebih baik, bukan pembersihan lawan politik.
Sebab demokrasi bukan hanya soal menang kalah di Pilkada, tapi juga membangun ruang publik yang adil, setara dan terbuka bagi semua warna politik.
Sementara itu Wabup Blitar Beky Herdihansah menyatakan terima kasih atas amanah sebagai Ketua KONI yang diberikan kepadanya.
“Ini adalah kehormatan sekaligus tanggung jawab berat yang harus saya emban,” ujarnya.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait