Pemutaran secara gerilya di Blitar sebetulnya bukan barang baru. Sudah banyak komunitas atau penggagas sebelumnya yang memulai dan mencoba meski pada akhirnya meredup dan padam. Memang gerakan pemutaran film yang masuk pada salah satu sub bagian distribusi aktivitas perfilman tidaklah mudah apalagi film-film dengan label indie. Butuh kedigdayaan, militansi, serta tidak mudah baper menjajakan dan membentangkan selembar kain untuk memantulkan proyektor.
Kehadiran komunitas film dan gerakan yang dilakukan rekan-rekan pemerhati film seperti di Blitar, misalnya, seharusnya menjadi angin segar bagi kemajuan industri perfilman sendiri. Bukan lagi sebatas dilirik kalau bisa dilihat secara seksama, syukur-syukur difasilitasi.Bukan melulu tentang finansial tetapi ruang pemutaran, akses film, maupun kerja-kerja kolaborasi lainnya. Karena di tengah dominasi media arus utama masih ada segelintir orang yang peduli merawat kesadaran akan beragamnya produksi film hari ini. Sebagai mata rantai perfilman, komunitas menjadi agen distribusi alternatif film Indonesia.
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait