Salah satunya komunitas film yang menamai dirinya “Tantjapan-Dadakan” di Blitar. Aktivitas yang dilakukan komunitas ini cukup sederhana, berupa pemutaran film dan dilanjutkan ngobrol santai dengan para penonton ataupun kreator filmnya. Mereka sadar, keberadaan penonton menjadi bagian krusial dan perpanjangan napas bagi film itu sendiri.
Maka, merangkul penonton dan mendengar tanggapan mereka semacam pupuk yang menyuburkan. Hal semacam ini tentu tidak biasa dilakukan jika mereka menonton film di bioskop ataupun berlangganan pada aplikasi penyedia jasa. Kemewahan untuk saling bertukar gagasan, berbagi, dan bersilaturahmi adalah nyawa dari setiap komunitas. Semangat gotong royong selalu memancar di mana komunitas film melakukan kegiatan. Antusias penonton yang ingin tahu lebih jauh dari film yang diputar, kerangka kreatifnya, hingga perbincangan-perbincangan yang tidak bisa dihindari semisal teknis pembuatan selalu mewarnai.
Namun memang begitulah keotentikan pemutaran film oleh komunitas grassroots. Seperti bulan sebelumnya, “Tantjapan-Dadakan” kali ini memilih tempat pemutaran sederhana dan berbasis warung di Angkringan Kampoeng Moedjair pada 31 Juli 2022. Setidaknya ada lima film yang diputar dengan mengusung tema Anak-Anak, yaitu: Ibu karya MTSN 2 Blitar, Restu karya SDN Bendogerit 2 Blitar, Shodanco karya SDN Tanjungsari 2 Blitar, Labirin Lembu Suro dan Alienosaurus Di Ladang Tebu karya Gugun Arief.
Pemutaran yang sengaja dilakukan pagi menjelang siang ini, ingin menjaring penonton usia anak-anak hingga remaja untuk mulai sadar bahwa ada film-film semacam demikian yang diproduksi dan ditujukan untuk usia mereka. Sekaligus berbicara tentang ruang dan sekat-sekat pada aktivitas perfilman selama ini (termasuk masa pandemi) bahwa dunia anak adalah manifesto yang bisa dimaksimalkan dalam gagasan ide penciptaan. Tema Anak-Anak, menjadi pemantik dan jembatan bagi karya-karya yang dibuat selama pandemi tetapi minim menemukan ruang apresiasi sebagaimana yang kita ketahui bersama.
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait