BLITAR- Keris Kiai Nogo Siluman ada di genggaman tangan Raden Saleh. SRP Van de Kasteele meminta pelukis yang bernama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman itu, mengecek keasliannya.
Sebelumnya Sentot Ali Basah Prawirodirdjo, bekas senopati perang Diponegoro yang menyebrang ke Belanda, telah menyatakan asli. Tapi kompeni merasa belum puas, dan berusaha mencari pendapat lain.
Kasteele merupakan Direktur Kabinet Kerajaan Belanda untuk urusan benda-benda langka. Raden Saleh yang belum lama tinggal di negeri kincir angin, langsung ditunjuk membantu urusan itu.
Saat itu tahun 1831. Rencananya Kiai Nogo Siluman akan dihadiahkan kepada Raja Belanda Willem I, sebagai piala kemenangan. Kiai Nogo Siluman merupakan keris pusaka Pangeran Diponegoro.
Keris di tangan Raden Saleh itu merupakan salah satu pusaka penting yang dirampas kompeni Belanda bersama penangkapan Diponegoro di Magelang tahun 1830.
Selain Kiai Nogo Siluman, tentara kompeni pimpinan De Koch juga mengambil paksa sejumlah pusaka lain milik Diponegoro. “Raden Saleh ditugasi mengidentifikasi dan menilai keris itu,” tulis Werner Krauss dalam buku “Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya”.
Raden Saleh Syarif Bustaman digambarkan tidak memperlihatkan ekspresi yang menonjol. Tatapannya terhadap Kiai Nogo Siluman, dingin. Gesturnya tetap tenang meski ia jelas-jelas memiliki benang merah yang erat dengan pemberontakan Diponegoro.
Raden Saleh lahir tahun 1811 di Terboyo, sebuah desa kecil di wilayah Semarang Jawa Tengah. Ayahnya Sayyid Husein bin Alwi bin Awal bin Yahya dan ibunya bernama Mas Ajeng
Sayyid Abdullah Muhammad Bustam alias Ki Bustam alias Kiai Ngabehi Kertoboso (1681-1759), buyut Raden Saleh bergabung dalam dinas Kerajaan Belanda. Kariernya sampai menjadi bawahan Bupati Terboyo.
Belanda mengangkat dua putra dan lima cucu laki-laki Ki Bustam menjadi bupati di kabupaten-kabupaten wilayah utara Jawa. Puncak kedua keluarga Bustam dicapai cucunya yang bernama Raden Adipati Suroadimenggolo V alias Kanjeng Terboyo (1765-1827).
Suroadmimenggolo, yang merupakan paman sekaligus ayah angkat Raden Saleh pernah menjabat sebagai Bupati Semarang. Sejak ayahnya meninggal pada usia muda, Raden Saleh diasuh Suroadimenggolo di Semarang.
Suroadimenggolo yang mengenalkan sekaligus mendorong Raden Saleh terjun ke dunia seni. Pada Desember 1825, Belanda menangkap Suroadimenggolo dan putranya. Sebab Raden Sukur, putra Suroadimenggolo bergabung ke dalam laskar pemberontak Diponegoro. Keduanya diasingkan ke Indonesia Timur.
Penangkapan Suroadimenggolo menjadi pukulan batin yang dahsyat bagi Raden Saleh muda. Pertama kalinya ia merasakan kesewenangan Belanda terhadap keluarganya.
Kendati demikian hal itu tidak mampu melunturkan rasa kagumnya kepada peradaban Eropa. Pada Juli 1829 Raden Saleh bertolak ke Belanda dengan menaiki kapal Raymon. Ia pergi ke Belanda saat Perang Jawa sedang berkecamuk.
Raden Saleh berangkat ke Belanda sebagai asisten sekertaris keuangan Kolonial Belanda Jean Baptiste de Linge. Saat menggenggam keris Kiai Nogo Siluman, Werner Krauss dalam buku “Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya”, menyebut tidak bisa membayangkan seperti apa perasaan Raden Saleh.
“Perasaan menggigil seperti apa yang mengalir dalam tubuhnya? Sebagian keluarganya berjuang di pihak Diponegoro dan untuk itu mereka harus banyak berkorban,” tulis Werner Krauss. “Tiba-tiba keris itu, pusaka itu, inti kekuatan magis Diponegoro berada dalam genggamannya”.
Dalam catatan Werner Krauss, Raden Saleh tetap bersikap dingin. Di depan pegawai Kerajaan Belanda ia membuat penilaian singkat.
“Kiai berarti tuan. Semua yang dimiliki seorang raja memakai nama itu. Nogo adalah ular dalam dongeng dengan sebuah mahkota di kepalanya. Siluman adalah sebuah nama yang terkait dengan bakat-bakat luar biasa, semacam kemampuan untuk menghilang dan seterusnya,” kata Raden Saleh seperti dalam “Raden Saleh, Kehidupan dan Karyanya”.
“Oleh karena itu, nama keris Kiai Nogo Siluman berarti raja ular penyihir, sejauh hal itu dimungkinkan untuk menerjemahkan sebuah nama yang megah,” tambahnya.
Dalam tulisannya, Werner Krauss juga bertanya-tanya, sikap dingin macam apa yang dimainkan Raden Saleh saat memberikan penilaian singkatnya. Raden Saleh sebenarnya bisa berlutut dan menangis di hadapan keris Kiai Nogo Siluman itu.
“Namun kelemahan itu tidak ia perlihatkan di kantor Van Kasteele. Orang pasti menduga , di dalam dirinya tentu bergolak perasaan besar,” kata Werner Krauss
Setelah mendapat penilaian Raden Saleh, keris Kiai Nogo Siluman kemudian disimpan di sebuah museum di Belanda. Namun kabarnya pusaka Jawa itu kemudian lenyap tanpa ada penjelasan yang bisa dimengerti. Sejak itu konon tidak ada lagi yang bisa mengidentifikasi Kiai Nogo Siluman. iNews Blitar
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait