BLITAR, iNewsBlitar - Lukisan Raden Saleh Syarif Bustaman bertema bencana alam banjir bandang yang melanda sebagian wilayah Jawa Tengah mencuri perhatian para seniman dan sejumlah pejabat Belanda.
Mereka terpikat. Lukisan tahun 1862 yang diberi judul Watersnood op Midden Java itu disebut salah satu karya masterpiece Raden Saleh dan sekaligus mempertegas posisinya sebagai maestro seni rupa.
Sapuan kuas Raden Saleh mampu menggambarkan adegan kesengsaraan yang menyentuh. Terlihat orang-orang pribumi Jawa Tengah yang bertahan hidup dari banjir dahsyat yang melanda wilayah Banyumas.
Digambarkan bagaimana warga di tempat tertinggi tengah duduk dan berdiri berhimpit-himpitan, sementara air terus naik mengejar. Seperti halnya lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro.
Raden Saleh yang dikenal sebagai pelukis potret, mampu memperlihatkan masing-masing obyek secara detail. Guratan wajah manusia-manusia yang cemas, berjuang antara hidup dan mati, dimunculkan begitu jelas.
Seorang bocah lelaki dengan pandangan penuh ketakutan. Seorang perempuan tua yang memeluk erat putranya yang berenang menuju tempat aman yang itu hanya sementara.
Seorang ibu muda yang tergambarkan sedang merenungi keadaan dengan bayi terdekap erat di dada. Kemudian juga tampak seorang Wedana, kepala desa melambaikan sapu tangan, mengisyaratkan minta pertolongan.
Raden Saleh juga memunculkan latar suasana suram yang mencekam. Limbah dan puing berserakan, sementara di atas langit tampak mendung gelap pertanda datangnya kematian tak terelakkan.
“Tentu itu merupakan sebuah adegan animasi yang hebat, mengandung keberanian dan ditorehkan dengan gaya mengagumkan,” kata William Barrington D’Almeida seperti dikutip dari buku Raden Saleh Kehidupan dan Karyanya.
William Barrington D’Almeida melakukan perjalanan ke Jawa pada tahun 1862. Ia singgah di sanggar lukisan Raden Saleh di Cikini, Batavia atau Jakarta. Di dalam sanggar itu Almeida merasakan suasana sanctum sanctorum (kuil suci) bagi semua seniman.
Di ruangan itu terlihat model-model, patung setengah badan, gambar-gambar tanpa bingkai yang belum rampung dan terhubung dengan keindahan perkakas seni lainnya.
Di antara benda-benda seni yang berserakan, Almeida melihat Watersnood op Midden Java dan lukisan berjudul Een gezigt op de Megamendong in de Preanger, tinggal menuju finishing. Kedua lukisan tersebut tinggal menanti sentuhan kecil, dan rampung.
Raden Saleh diketahui lebih banyak mendalami seni rupa di negeri Eropa. Pada usia 18 tahun atau tahun 1829, Raden Saleh yang lahir di Semarang Mei 1811 sudah menginjakkan kaki di Antwerpen, Belanda.
Setahun berikutnya, ia belajar melukis kepada Cornelis Krusmen (1797-1857). Selama setahun Raden Saleh mempelajari tekhnik melukis potret. Tahun berikutnya, yakni 1832 hingga tahun 1833 ia belajar melukis pemandangan kepada Andreas Schelfhout (1787-1870).
Setelah mengikuti Pameran Seni Nasional di Amsterdam tahun 1834, pada tahun 1834-1839 Raden Saleh bekerja sebagai pelukis lepas di Den Haag. Kemudian selama 1839-1844, ia banyak melakukan kunjungan seni di Jerman. Selama 1845-1851 Raden Saleh banyak menghabiskan berkegiatan seni di Perancis, Inggris dan Jerman.
Usai merantau selama 22 tahun di Eropa, pada Maret 1852 Raden Saleh pulang ke tanah air, dan tiba di Batavia. Ia tinggal di Istana Buitenzorg (Bogor), dan lantas selama setahun melakukan perjalanan di Jawa Tengah untuk mendatangi sanak kerabatnya di Majalengka, Semarang dan Magelang.
Pada tahun 1855 ia kembali ke Batavia, dan sepanjang 1858-1859 membangun rumahnya yang besar dan megah di Cikini, Batavia. Pada tahun 1862, Raden Saleh memamerkan lukisan Watersnood op Midden Java dan Een gezigt op de Megamendong in de Preanger, di rumahnya.
“Ia menggantungkannya di balairung resepsi rumahnya yang bergaya neogotik di Cikini dan membuka pintu gerbangnya untuk masyarakat umum,” tulis Werner Kraus dalam Raden Saleh Kehidupan dan Karyanya.
Pameran lukisan yang digelar Raden Saleh menarik perhatian masyarakat Batavia, terutama para peminat seni. Dalam waktu yang cukup lama, menjadi pusat perhatian. Dalam kesempatan itu Raden Saleh juga melakukan kegiatan bersifat sosial.
Melalui Djati gesticht, yakni yayasan untuk tujuan sosial, ia banyak menyumbang ke masyarakat. Raden Saleh menunjukkan dua peran sekaligus: “Sebagai seorang seniman dan dermawan”.
Munculnya lukisan Watersnood op Midden Java atau kadang disebut Overstroming op Java di pameran menyedot perhatian. Banyak yang menyebut Watersnood op Midden yang disinyalir terpengaruh lukisan Le Radeau de la Meduse karya Theodore Gericault, sebagai puncak karya Raden Saleh.
Dalam catatan Die PreuBische Expedition nach Ostasien wahrend der Jahre 1860-1862, Gustav Spieb menulis, di tahun 1862 itu lukisan Watersnood op Midden kemudian dikirimkan Raden Saleh kepada Raja Belanda Willem III.
Kemungkinan besar lukisan Watersnood op Midden kemudian ditempatkan sebagai koleksi seni Huis van Oranje Nassau. Namun dalam perjalanannya lukisan tersebut tidak bisa lagi dilacak keberadaannya.
Yang ditemukan hanya litografinya dalam buku De Indische Archipel: Tafereelen uit de Natuur en Het Volksleven in Indie yang dicetak mewah. Semua gambar lukisan Watersnood op Midden yang beredar di umum, bersumber dari litografi berwarna yang dibuat untuk Mieling.
“Sekarang lukisan itu tidak ditemukan lagi sebagai inventaris Huis van Oranje Nassau,” tulis peneliti asing Werner Kraus dalam Raden Saleh Kehidupan dan Karyanya.
Sementara di akhir hayatnya, Raden Saleh yang kembali bertempat tinggal di Buitenzorg (Bogor) pada Februari 1879, menjalani kehidupan yang memprihatinkan. Ia terlilit masalah keuangan yang serius. Setelah didahului serangan stroke, pada 23 April 1880, perupa yang dijuluki masyarakat Eropa, Pangeran dari Jawa itu meninggal dunia.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait