BLITAR-iNewsBlitar - Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar mengecam adanya kasus bullying (perundungan) di SMP Negeri di Kabupaten Blitar. DPRD menilai, bahwa sekolah seharusnya menjadi tempat yang melindungi dan aman bagi pelajar dari perundungan.
Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar Hedik Budi Yuantoro menyayangkan adanya kasus perundungan di lingkup pendidikan di Kabupaten Blitar. Ia meminta Dinas Pendidikan Kabupaten Blitar menjelaskan adanya kasus perundungan di lingkup sekolah. Apalagi perundungan ini dilakukan oleh salah satu oknum guru.
“Kalau itu bully yang dilakukan oleh guru ya menyedihkan itu untuk dunia pendidikan,” ungkap Hendik Politisi PDI Perjuangan ini, Rabu (29/11/2023).
Hendik yang juga mantan wartawan ini menjelaskan, apapun motifnya, perundungan dilarang dan diharamkan. Akibat perundungan ini, siswa tersebut takut pergi ke sekolah. DPRD Kabupaten Blitar meminta pada pemerintah untuk menyelamatkan masa depan generasi muda.
Perundungan ini ditenggarai adanya siswa yang tidak mampu membeli buku Lembar Kerja Siswa (LKS). Selama ini guru SMPN 1 Selorejo mengggunakan buku paket dan buku LKS ini saat mengajar.
Ada tujuh buku LKS yang digunakan 880 siswa untuk menunjang kegiatan belajar mengajar. Korban baru dapat membeli dua buku LKS yang keseluruhanya senilai Rp 250 ribu. Orang tua korban bekerja sebagai kuli serabutan di lingkungannya.
Hendik Budi Yuwantoro Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Blitar
Hendik menyayangkan adanya bisnis di dalam lingkup sekolah antara guru dengan siswa. Padahal bisnis ini dilarang oleh pemerintah, karena menjadi beban bagi orang tua murid.
“Kalau motif bully ini karena bisnis dengan siswa, maka Dinas Pendidikan harus menjelaskannya,” tegasnya.
“Apapun caranya guru, sekolah wajib tidak boleh berbisnis dengan siswa. Jika perlu adanya saksi tegas,” tambahnya.
Salah satu siswa SMPN 1 Selorejo, Kabupaten Blitar menjadi korban perundungan. Hasratnya untuk menyenyam pendidikan justru dinodai oleh oknum pengajar yang seharusnya memberikan perlindungan.
Akibatnya, siswa ini sudah lebih dari dua minggu takut pergi ke sekolah. Korban malu karena dikatakan tidak mampu membelu buku LKS oleh oknum guru. “Sebenarnya masih ingin sekolah, tapi takut apalagi saya bisa saja tidak naik kelas karena ini,” ungkap korban.
Editor : Robby Ridwan