BLITAR-iNewsBlitar- Korban bullying (perundungan) di SMPN 1 Selorejo, Kabupaten Blitar tidak ingin putus sekolah. Namun ia takut untuk pergi ke sekolah, karena tidak mampu membeli buku Lembar Kerja Siswa (LKS) yang digunakan guru untuk mengajar.
“Masih ingin sekolah, tapi malu karena dikatain tidak bisa membeli buku saat yang lain membeli buku,” ungkap korban.
Ada tujuh buku LKS yang digunakan untuk membantu kegiatan belajar menjara, namun anak pekerja serabutan ini hanya mampu membeli 2 buku LKS. Orang tuanya tidak mampu harus membayar Rp 250 ribu untuk tujuh buku LKS yang digunakan pihak sekolah untuk membantu kegiatan belajar mengajar.
Sebagai seorang anak buruh serabutan, korban ingin mengubah nasib keluarganya dengan belajar dan mengenyam pendidikan. Sudah lebih dari 20 hari korban tidak pergi ke sekolah. Selain mendapatkan perundungan dai temannya, korban mengaku juga mendapatkan perlakukan yang sama dari pihak pengajar.
“Wayahe tuku LKS mbok ya tuku LKS (waktunya beli buku LKS ya harusnya beli buku LKS,” ungkap korban menirukan perkataan salah satu gurunya.
Erna Wakil Kepala Sekolah SMPN 1 Selorejo mengatakan, pihak sekolah baru akan mencari solusi persoalan ini. Ia akan menyerahkan ke pihak wali kelas dan guru bimbingan konseling terlebih dahulu.
Apalagi selama ini pihak sekolah membantu siswa yang tidak mampu membeli buku LKS. “Kita ini patungan mas dari gaji para guru, jika ada murid yang membutuhkan, pihak guru membantunya,” ungkapnya.
Erna mengatakan, pihak sekolah selama ini tidak mewajibkan murid untuk membeli buku LKS. Sebab pihak sekolah sudah menyediakan buku paket yang digunakan sebagai penunjang kegiatan belajar mengajar.
Meski demikian, ia tidak menampik ada penjual buku LKS datang ke sekolah untuk menawarkan bukunya. “Pak Imam penjual buku datang sendiri ke sini (sekolah) lalu membuka lapak sendiri. Pak Imam mengambil meja kursi sendiri di sekolah untuk membuka lapak,” ungkap Erna.
Editor : Robby Ridwan