BLITAR, iNewsBlitar – Pansus hak angket yang digelar legislatif untuk mengadili Bupati Blitar Rini Syarifah atau Mak Rini atas polemik sewa rumah dinas (rumdin) wabup Blitar membuat Fraksi PKB terkucil.
PKB menjadi satu-satunya parpol yang menolak keras pansus hak angket. Secara politik Fraksi PKB menjadi musuh bersama fraksi lain yang membawa kepentingan rakyat.
Penolakan Fraksi PKB dikarenakan Ketua DPC PKB Kabupaten Blitar adalah Bupati Blitar Mak Rini.
Juru bicara Fraksi PAN Moh Ansori mengatakan, semua fraksi di DPRD kecuali PKB sudah menyatakan mendukung digelarnya pansus hak angket. “Insyallah semua sepakat (kecuali PKB) mas, “ujar Ansori Kamis (26/10/2023).
Pansus hak angket awalnya didesakkan 7 orang anggota legislatif menyusul terjadinya polemik sewa rumdin wabup Blitar Rahmat Santoso atau Makde Rahmat.
Terungkap rumdin yang disewa itu ternyata rumah pribadi Bupati Mak Rini. Untuk biaya sewa rumdin itu, Pemkab Blitar telah merogoh kocek (tahun 2021 dan 2022) sebesar Rp490 juta.
Ironisnya, sewa rumdin yang diongkosi dana APBD itu tidak pernah ditempati Makde Rahmat lantaran yang bersangkutan tinggal di pendopo kabupaten. Sementara rumdin itu tetap menjadi tempat tinggal Mak Rini dan keluarganya.
Bupati Mak Rini dinilai telah berbisnis dengan pemerintahan yang dipimpinnya sendiri. DPRD melalui pansus hak angket berusaha membongkar polemik yang terjadi.
Sebanyak 7 orang anggota dewan telah membubuhkan tanda tangan draft pansus hak angket, yakni 6 di antaranya berasal dari Fraksi PAN. Fraksi PAN juga yang pertama menyuarakan usulan pansus hak angket di Paripurna Pandangan Umum Fraksi-fraksi DPRD.
Selain 6 orang dari PAN, satu orang penandatanganan draft pansus hak angket adalah Hendik Budi Yuantoro dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP). Sesuai mekanisme yang berlaku, pansus hak angket baru bisa diusulkan kepada pimpinan setelah ditandatangani minimal 7 orang anggota dewan dan 2 fraksi.
Menurut Ansori, penggalangan dukungan yang dilakukan di wilayah lintas fraksi membuahkan hasil. Kecuali PKB, semua fraksi sudah menyatakan sepakat digelarnya pansus hak angket.
Fraksi PDIP yang beranggotakan 19 orang misalnya, kata Ansori sudah menyatakan sepakat. Kemudian Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (GPN) yang berjumlah 10 orang, juga menyatakan sepakat.
Fraksi GPN terdiri dari Partai Gerindra, Nasdem, PPP dan PKS. “Tinggal Golkar (3 orang) yang belum jelas, namun kita optimis akan sepakat juga,” terang Ansori.
Dengan bersepakatnya tiga fraksi menggelar pansus hak angket, posisi PKB di DPRD Kabupaten Blitar menjadi musuh bersama.
PKB Kabupaten Blitar beranggotakan 9 orang termasuk ketua itu menjadi satu-satunya partai politik yang memasang badan untuk kepentingan penguasa, yakni Bupati Blitar Mak Rini.
Ansori mengakui belum semua anggota dewan yang menyatakan dukungan pansus hak angket bertanda tangan. Hingga saat ini draft pansus hak angket masih ditandatangani 7 orang.
“Namun dalam waktu dekat akan dilakukan penandatanganan serentak,” pungkasnya.
Anggota Fraksi PDIP Hendik Budi Yuantoro membenarkan dukungan pansus hak angket telah meluas. Dalam hal ini Ketua Fraksi PDIP, kata Hendik juga sudah menyatakan sepakat.
Terkait anggota dewan yang tidak mendukung pansus hak angket, Hendik mengatakan legislatif memiliki fungsi pengawasan, dan bukan hanya fungsi budgeting.
Ia melihat pansus hak angket sebagai momentum mengembalikan marwah legislatif sebagai lembaga pengawasan. Karenanya yang diperjuangkan dalam pansus hak angket itu adalah kepentingan rakyat, yakni khususnya masyarakat Kabupaten Blitar.
“Bagi mereka yang tidak mendukung (pansus hak angket), dan lebih memilih mengamankan kepentingan penguasa, biar masyarakat Blitar yang menilai,” ujarnya.
Bupati Blitar Mak Rini sebelumnya membenarkan rumah pribadinya telah disewa untuk rumdin wabup Blitar. Mak Rini mengungkapkan hal itu sudah atas kesepakatan dirinya dengan Makde Rahmat.
Saat itu, kata Mak Rini dirinya duduk bersama dengan Makde Rahmat dan yang bersangkutan merasa senang. Ia juga mengatakan tidak ada aturan yang dilanggar.
Sementara Makde Rahmat membantah semua keterangan Bupati Blitar Mak Rini. Ia menegaskan kesepakatan seperti yang diungkapkan Mak Rini itu tidak pernah ada. Sebagai orang hukum, ia juga mengatakan tidak ada kesepakatan seperti itu.
“Tidak ada kesepakatan itu, kesepakatan model apa itu. Rumah dinasnya siapa yang ditukar,” ujar Makde Rahmat
Editor : Solichan Arif