BLITAR, iNewsBlitar - Pesta demokrasi lima tahunan atau (Pemilu) menjadi bursa transfer bagi bakal calon legislatif (Bacalon). Fenomena bacalon pindah partai terjadi mulai dari daerah hingga ke tingkat pusat.
Ada sejumlah bacaleg partai yang migrasi ke partai lain, mulai dari awal hingga menit menit akhir pendaftaran. Tidak hanya itu, saat awal mendaftar di partai A tiba-tiba saat penetapan daftar calo sementara (DCS) di partai B. Fenomena ini disebut fenomena bacaleg kutu loncat.
Pengamat Politik, Dr. Heri Basuki, M.M mengatakan, fenomena ini karena demokrasi atau pemilihan yang dilakukan di Indonesia dengan sistem terbuka. Fenomena bacaleg kutu loncat ini dapat dihindari jika MK saat itu memutuskan dengan sistem demokrasi tertutup.
Adanya pemilihan dengan sistem terbuka, membuka peluang orang yang memiliki uang untuk pindah ke partai lain dengan mudah. Apalagi Bacaleg itu tidak memiliki idealisme kepartaian yang selama ini diusung.
"Ini partai penerima dan Bacaleg yang kutu loncat ke partai lain sama-sama prakmatis," ungkapnya.
Menurut Dosen Ilmu Politik Universitas Islam Balitar (Unisba) Blitar, jika kader partai memiliki idealisme maka tidak akan mudah pindah partai politik. "Ini menjadi problem dan perhatian kita semua," ungkap mantan Dekan Fisip Unisba ini.
Selain Bacaleg yang bersifat prakmatis, ia juga menyayangkan kaderisasi di partai yang lemah. Akibatnya, banyak kadernya yang pada saat pendaftaran untuk menjadi calon legislatif ke KPU, justru pindah ke partai lain. "Ini karena keringnya kaderisasi di Pantai Politik," ujarnya.
Fenomena ini juga terjadi di Blitar. Ada sejumlah anggota legislatif yang migrasi ke partai lain. Tidak hanya itu, ada Bacaleg yang justru pindah wilayah pemilihan.
Editor : Robby Ridwan