get app
inews
Aa Read Next : Ziarahi Makam Bung Karno di Blitar, Kakak Ketua Umum Airlangga Siap Menangkan Golkar Dapil 6

Kisah Pembubaran PKI, Masyumi dan PSI, Parpol yang Sama-sama Terlibat Makar

Minggu, 10 September 2023 | 13:36 WIB
header img
Kisah pembubaran PKI, Masyumi dan PSI, parpol yang sama-sama terlibat makar. (foto/ist)

JAKARTA, iNewsBlitar - Dinamika politik Indonesia diwarnai dengan sejarah pemberontakan yang melibatkan kader dan pengikut partai politik (parpol). Mereka dianggap hendak merongrong sekaligus menggulingkan kekuasaan pemerintah.

Keterlibatan kader parpol dalam peristiwa gerakan makar membuat negara kemudian mengambil langkah tegas, yakni pembekuan atau pembubaran dan sekaligus menyatakan sebagai parpol terlarang.

Akibat dari gerakan makar itu banyak tokoh, kader dan simpatisan parpol yang dieksekusi atau berakhir di dalam bui sebagai tahanan politik. Berikut partai politik Indonesia yang dibubarkan pemerintah karena terlibat gerakan pemberontakan.

 

1.PKI

PKI (Partai Komunis Indonesia) merupakan partai politik di Indonesia yang banyak memiliki sejarah pemberontakan. Pasca peristiwa 30 September 1965 atau G30S PKI, PKI resmi dibubarkan.

PKI dianggap bertanggung jawab atas pembunuhan tujuh orang jenderal angkatan darat di sumur Lubang Buaya Jakarta. Pembubaran dan pernyataan PKI sebagai partai terlarang pada 12 Maret 1966 diiringi penangkapan para tokoh, kader dan simpatisan di seluruh Indonesia.

Sejumlah tokoh elit PKI dieksekusi, yakni seperti DN Aidit yang ditembak mati di wilayah Boyolali Jawa Tengah. Nasib serupa juga menimpa Njoto, Sekjen PKI serta beberapa elit PKI yang mencoba membangun kembali gerakan di Blitar Selatan, Jawa Timur.  

Sebelum meletus peristiwa G30S PKI, PKI pernah melakukan gerakan pemberontakan pada tahun 1948 di Madiun Jawa Timur. Gerakan Madiun dituding hendak menggulingkan pemerintahan Soekarno-Hatta.

Dua tokoh utama pemberontakan Madiun 1948, yakni Munawar Musso dan Amir Sjarifuddin ditembak mati. PKI memang berpengalaman dalam gerakan pemberontakan.

Jauh sebelum peristiwa G30S PKI 1965 dan Madiun 1948, PKI pernah melakukan gerakan pemberontakan nasional pada 12 November 1926. Pemberontakan ditujukan kepada kesewenang-wenangan pemerintah kolonial Belanda.

Akibat pemberontakan yang tidak berhasil itu, banyak tokoh, kader dan simpatisan PKI yang terbunuh. Ribuan kader terbaik PKI ditangkap dan menjalani hukuman buang ke Digul.

“Pemerintah kolonial Belanda menyatakan pemimpin-pemimpin PKI, Ali Archam, Natar Zainoeddin, Haji Misbach, Haji Datoek Batoeah, Mardjohan, dll, sebagai orang-orang yang membahayakan ketertiban umum dan harus diasingkan,” demikian dikutip dari buku Akar dan Dalang Pembantaian Manusia Tak Berdosa dan Penggulingan Bung Karno (2013).

2.Masyumi

Partai Masyumi dinyatakan bubar pada 13 September 1960. Untuk pembubaran Masyumi yang dituding terlibat gerakan PRRI/Permesta, Presiden Soekarno atau Bung Karno mengeluarkan keputusan Presiden nomor 200 tahun 1960.

Sebelumnya pada 5 September 1958 Presiden Soekarno telah mengeluarkan peringatan tentang larangan terhadap sejumlah partai politik dan organisasi, termasuk Masyumi di sejumlah daerah.

Larangan itu terkait dengan adanya gerakan PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) di Sumatera yang dianggap makar terhadap pemerintahan Soekarno.

Sejumlah tokoh Masyumi ditangkap sekaligus menjadi tahanan politik karena dituding terlibat dalam pemberontakan PRRI yang didukung Amerika Serikat. , Para tokoh itu di antaranya Buya Hamka, Moh Roem dan Prawoto Mangkusasmito

Masyumi melalui Moh Roem dan Prawoto sempat mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Istimewa Jakarta, namun pihak pengadilan tidak berani menangani.

Para tokoh Masyumi baru menghirup udara bebas setelah kekuasaan Soekarno tumbang dan digantikan rezim Orde Baru.

3.PSI

Bernasib sama dengan Masyumi, Presiden Soekarno atau Bung Karno juga membubarkan PSI (Partai Sosialis Indonesia) karena dianggap terlibat gerakan pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera.

Untuk pembubaran PSI yang berlangsung 17 Agustus 1960, Bung Karno menerbitkan Keppres nomor 201 tahun 1960. Bung Karno sempat memanggil Sutan Sjahrir selaku Ketua PSI guna menjelaskan posisi PSI dalam peristiwa PRRI/Permesta.

Namun keterangan mantan perdana menteri pertama RI itu tidak mengubah pendirian Soekarno untuk membubarkan PSI. Sebab secara politik, koalisi PSI dan Masyumi diketahui selalu mengambil posisi oposisi terhadap Pemerintahan Soekarno.   

Tidak berlangsung lama dari pembubaran PSI, pada 16 Januari 1962, Sjahrir ditangkap dan dijadikan tahanan politik. Sutan Sjahrir yang sempat diijinkan berobat ke luar negeri karena sakit, wafat dengan status masih sebagai tahanan politik rezim Soekarno.

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut