JAKARTA, iNewsBlitar – Tanggal 5 Oktober 2023 diperingati sebagai hari ulang tahun (HUT) Tentara Nasional Indonesia (TNI) ke-78. Pada 5 Oktober 1945, TNI telah dilahirkan, yakni bernama TKR (Tentara Keamanan Rakyat) saat pertama kali berdiri.
Yang tercatat sejarah, Perdana Menteri Mohammad Hatta yang merangkap Menteri Pertahanan pernah melakukan langkah politis yang menimbulkan pergolakan di tubuh tentara Indonesia.
Bung Hatta menerapkan kebijakan rasionalisasi dan reorganisasi (ReRa) di tubuh tentara. Hatta tengah melakukan besih-bersih. Ia melihat jumlah angkatan perang Indonesia sebanyak 463.000 orang tidak sebanding dengan kekuatan anggaran negara.
Negara tidak kuat menggaji tentara sebanyak itu. Ia juga berpandangan, jumlah 463.000 orang kurang efektif dan efisien.
“Dengan memperkecil angkatan perang, kemudian menyusunnya (melalui reorganisasi tentara), Hatta percaya bahwa efektivitas mereka akan bertambah,” demikian dikutip dari buku Orang-orang di Persimpangan Kiri Jalan (1997).
Kebijakan Hatta yang didasarkan pada Perpres No 9 dan No 14 tahun 1948 menjadikan komando tentara tinggal dua, yakni Komando Jawa dan Komando Sumatera.
Kebijakan ReRa juga berlaku pada Kementerian Pertahanan dan Markas Besar Angkatan Perang. Jenderal Sudirman ditunjuk sebagai Panglima Besar Angkatan Perang Mobil dengan Mayor Jenderal Nasution sebagai wakilnya. Pada Kementerian Pertahanan dibentuk Staf Umum Angkatan Perang.
“Dengan perubahan tersebut pucuk pimpinan TNI dan Gabungan Kepala Staf dibubarkan”.
Pada 15 Mei 1948 sebanyak tujuh divisi tentara di Jawa dilebur menjadi dua divisi, serta ditambah Kesatuan Reserve Umum (tentara cadangan). Seiring itu pangkat-pangkat di ketentaraan diatur ulang.
Pangkat-pangkat diturunkan setingkat agar antara pangkat jabatan dan pangkat menjadi seimbang. “Sejumlah perwira diberhentikan dari jabatannya dan diangkat sebagai perwira cadangan (opsir reserve)”.
Kebijakan ReRa Hatta juga membuat TNI Masyarakat yang merupakan kelanjutan dari Biro Perjuangan dibubarkan. FDR (Front Demokrasi Rakyat) yang paling keras menentang.
Apalagi Gubernur Militer Daerah Militer Surakarta di bawah Wikana, yakni seorang tokoh kiri, ditiadakan. Tugas-tugasnya diambil alih Dewan Pertahanan Daerah Surakarta.
Kelak, FDR (Front Demokrasi Rakyat) bersama PKI melancarkan pemberontakan Madiun 18 September 1948.
Untuk menghindari ledakan konflik, kebijakan ReRa Hatta pertama kali diuji coba kepada kelompok-kelompok di luar FDR, yakni di pasukan di mana pengaruh FDR paling lemah.
Laskar yang menjadi sasaran pertama program Hatta adalah Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia yang dipimpin Bung Tomo. Perlawanan pun muncul, yakni dengan menyatakan menolak sekaligus melawan dari Solo Jawa Tengah.
Namun dalam waktu singkat serbuan pasukan Tentara Pelajar yang merupakan detasemen paling berdisiplin dan dihormati, membuat mereka menyerah.
“Pertempuran mengepung barak-barak mereka terjadi di Solo. Setelah dua hari Tentara Pelajar berhasil melucuti mereka,” seperti dikutip dari Sejarah TNI Kodam VII Diponegoro.
Hatta tegas menerapkan kebijakannya. Pembersihan terhadap grup-grup laskar yang merusak nama baik tentara terus dilakukan. Termasuk membersihkan oknum-oknum perwira Laskar tentara yang menyalahgunakan jabatan.
Test case yang dilakukan pemerintah berhasil. Kesatuan-kesatuan lain yang lebih kecil dalam waktu cepat menyatakan patuh kepada program ReRa. Hatta ingin memperlihatkan kepada FDR, bahwa kebijakannya berlaku untuk semua.
Demikianlah sejarah pergolakan tentara yang pernah terjadi di tubuh TNI pada awal-awal kemerdekaan RI.
Editor : Solichan Arif