JAKARTA,iNewsBlitar - Friedrich Silaban merupakan arsitek pembangunan Masjid Istiqlal, Jakarta. Pembangunan Masjid Istiqlal dimulai pada masa pemerintahan Presiden Soekarno atau Bung Karno, yakni 24 Agustus 1961.
Ada cerita unik sebelum Silaban dipercaya mengarsiteki pembangunan masjid Istiqlal. Silaban yang lahir 16 Desember 1912 di Sumatera Utara merupakan seorang nasrani. Anak kelima dari pasangan suami istri Jonas Silaban dan Noria boru Simamora itu seorang pemeluk Kristen Protestan. Sementara masjid merupakan tempat peribadatan umat Islam.
Bukan hanya itu. Istiqlal juga menjadi proyek raksasa Soekarno, yakni sebuah bangunan monumental yang menjadi kebanggaan umat Islam di Indonesia. Karena proyek besar, pemerintah menyiapkan segala kebutuhan pra kegiatan.
Sebagai langkah awal, dibukalah sayembara desain masjid Istiqlal, dan Silaban turut mendaftar. Keyakinannya sebagai pemeluk Kristen tidak menghalanginya. Dalam buku Wajah Nasional, Solichin Salam menulis Silaban lebih dulu berdoa dan meminta petunjuk.
“Sewaktu ia (Silaban) akan mengikuti sayembara desain Masjid Istiqlal, ia memohon petunjuk Tuhan dan nasehat dari Monsigneur Geisse, seorang uskup dari Bogor,” tulisnya.
Silaban berharap besar desainnya bisa terpilih. Sebelum desain dikirim, ia menenggelamkan diri ke dalam doa yang cukup panjang. “Oh Tuhan! Kalau di matamu itu benar, saya sebagai pengikut Yesus turut dalam saymebara pembuatan Masjid Besarbuat Indonesia di Jakarta”.
“Tolonglah saya! Tunjukkan semua jalan-jalannya dan ide-idenya, supaya saya sukses. Akan tetapi Tuhan, kalau di matamu itu tidak benar, tidak suka Tuhan saya turut maka gagalkanlah semua usaha saya. Bikin saya sakit atau macam-macam hingga saya tidak dapat turut dalam sayembara”.
Begitulah isi doa Silaban seperti yang tertulis dalam buku Wajah Nasional. Ternyata Silaban tidak sakit. Tuhannya telah merestui apa yang diharapkannya. Silaban terdaftar sebagai salah satu peserta sayembara desain Masjid Istiqlal.
Hebatnya lagi, desainnya yang memakai motto: Ketuhanan dinyatakan sebagai pemenang pertama. Artinya pekerjaan Silaban telah mendapat ridha ilahi. “Dia menciptakan karya besar untuk saudaranya sebangsa yang beragama Islam, tanpa dia mengorbankan keyakinan agama yang dipeluknya,” tulis Solichin Salam dalam buku Wajah Nasional.
Pembangunan Masjid Istiqlal Jakarta resmi memakai desainnya. Masjid terbesar sekaligus termegah di Asia Tenggara. Sebagai bentuk tanggung jawabnya, Silaban terjun langsung mengawasi pekerjaan. Ia memantau langsung tukang-tukangnya, yakni mulai memasang marmer hingga pembuatan kubah masjid.
F Silaban memiliki rekam jejak pengalaman yang panjang. Ia pernah menjadi pegawai Kotapraja Batavia. Begitu juga pernah menjadi Opster Zeni AD Belanda, Kepala Zenie Kalimantan Barat (1937).
Pendidikan formal yang pernah dienyamnya mulai HIS di Narumonda Tapanuli (1927), KWS (Koningen Wilhelmina School) di Jakarta (1931) dan kuliah di Academic van Bouwkunst Amsterdam (1950).
Pada tahun 1962 Presiden Soekarno menganugerahinya tanda kehormatan Satya Lencana Pembangunan. Kemudian Silaban juga mendapat penghargaan Honorary Citizen (warga negara kehormatan) dari New Orleans Amerika Serikat.
Tak hanya itu. Kubah masjid Istiqlal yang menjadi karyannya, diakui Universitas Darmstadt Jerman Barat sebagai hak cipta Silaban. Kubah Istiqlal mendapat nama Silaban Dom. Atas kemenangannya mengikuti sayembara desain Masjid Istiqlal, Bung Karno memberi julukan F Silaban sebagai “by the grace of God”.
Pembangunan Masjid Istiqlal yang dimulai 24 Agustus 1961 berlangsung selama 17 tahun. Pada 22 Februari 1978, penggunaan Masjid Istiqlal sebagai tempat ibadah, diresmikan oleh Presiden Soeharto.
Selain Masjid Istiqlal, Silaban juga mengarsiteki pembangunan Monumen Nasional (Monas) dan Gelora Senayan. F Silaban tutup usia pada 14 Mei 1984 di RSPAD Gatot Subroto Jakarta, akibat penyakit komplikasi yang dideritanya. Saat meninggal dunia Silaban meninggalkan seorang istri, Letty Kievits, 10 anak dan 5 orang cucu.
Editor : Solichan Arif