DEMAK,iNewsBlitar - Sosialisasi literasi digital di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah (Yayasan Pendidikan Islam Miftahul Ulum) Desa Ngemplak Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak mengambil tema cermat bermedia sosial menyambut generasi emas serta bertanggung jawab.
Sebagai pelaku literasi digital, generasi emas dalam bermedia sosial diharapkan nantinya lebih mampu membedakan informasi, yakni mana informasi fakta dan mana informasi hoaks, sebelum dibagikan lebih luas.
Menurut Dr HM Ja’far Shodiq, MSi,Ak,CA, informasi yang memakai media digital sebetulnya tidak ada bedanya dengan media kertas. “Hanya saja informasi digital lebih unggul dalam kecepatan penyampaian informasi,” kata Ja’far yang merupakan dosen Unissula Semarang.
Sosialisasi literasi digital dihadiri sekitar 1.300 peserta. Mereka terdiri dari pengurus pesantren dan para santri-santriwati. Lebih lanjut disampaikan. Sudah menjadi keniscayaan, pelaku media sosial, kata Ja’far Shodiq akan menghadapi masalah informasi digital.
Dalam berselancar di media sosial mereka akan menghadapi sumber yang valid dan tidak valid. “Karenanya butuh kecermatan pada validitas informasi,” terangnya. Dalam menerima informasi digital, para pelaku literasi digital juga akan menjumpai informasi yang bernilai dan tidak.
Informasi yang diperoleh seyogyanya disesuaikan dengan kebutuhan. “Pengguna media sosial juga harus memahami jenis informasi, terutama pada kesadaran terhadap dampak yan ditimbulkan,” tambahnya.
Sesuai data tahun 2022, Indonesia merupakan pengguna internet terbesar ke-4 dunia. Sebanyak 210,7 juta penduduk Indonesia atau 77 % terhubung jaringan internet. Pengguna internet terbesar adalah penduduk Jawa, yakni 56,4 %. Kemudian disusul warga pulau Sumatera sebanyak 22,1 %, Kalimantan 6,3 % dan Bali -Nusa sebanyak 5,2 %.
Adapun mengenai platform media sosial, pengguna WhatsApp di Indonesia sebanyak 112 juta jiwa atau peringkat ketiga dunia. Pengguna Instagram 99,9 juta jiwa atau peringkat keempat dunia, pengguna Facebook sebanyak 129,85 juta jiwa atau peringkat ketiga dunia, pengguna Twitter 18,45 juta jiwa atau peringkat kelima dunia dan pengguna TikTok sebanyak 113 juta jiwa atau peringkat kedua dunia.
Di depan peserta sosialisasi literasi digital Mohammad Asyhadi Ahza mengulas soal kabar bohong atau hoaks. Kabar bohong sudah ada sejak zaman Rasululloh, yakni dikenal dengan Hadistul Ifki.
Di mana dengan adanya hoaks, Allah SWT menurunkan surat An-Nur 11-12. “Dan untuk menangkal hoaks kita senantiasa bertabayyun,” ujarnya.
Lebih jauh disampaikan, pada era digitalisasi ini para santri harus mampu mengambil peran besar dalam berliterasi digital. Terutama dalam bermedia sosial, kata Asyahadi Ahza santri harus mampu membuat konten Islami dan ke NU-an
“Jangan biarkan media sosial dipenuhi oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan beda pemahaman dengan NU,” paparnya.
M Nur Huda selaku pembicara ketiga berbicara banyak tentang bagaimana santri cermat menerima informasi sekaligus memanfaatkannya sebagai peluang digital. Mengingat informasi digital bersifat serba cepat, yakni di mana seluruh lini kehidupan ditopang oleh tekhnologi informasi.
Dalam situasi itu santri harus tetap memiliki pegangan nilai yang kuat, yakni manut, disiplin dan terus bersemangat. “Ini menjadi kunci yang harus terus dipegang oleh para santri,” pesan Nur Huda di depan para peserta sosialisasi literasi digital.
Acara sosialisasi berlangsung meriah. Dalam sesi tanya jawab muncul pertanyaan dari peserta bagaimana mengatasi kecanduan media sosial dan bagaimana etika media sosial diterapkan?. Disampaikan bahwa agar tidak kecanduan media sosial pengguna seyogyanya cerdas, yakni memakai media sosial sesuai kebutuhan.
Kemudian terkait etika media sosial, harus senantiasa mengedepankan tabayun terhadap setiap informasi yang datang. “Juga selektif terhadap informasi, tidak langsung menyebarkan berita yang datang, termasuk tidak mudah berprasangka buruk kepada siapapun”.
Editor : Solichan Arif