JAKARTA, iNews.id - Pemilihan Kepala Daerah tahun 2022 dan 2023 dipastikan resmi diundur pada Pemilu serentak tahun 2024. Keputusan tersebut disampaikan oleh Komisi Pemilihan Umum. Dengan adanya hal tersebut, diperkirakan akan terjadi banyak kekosongan jabatan di berbagai daerah karena habisnya masa bakti dari kepala daerah.
Apabila kekosongan jabatan terjadi, maka untuk mengisi kekosongan tersebut akan banyak ASN yang ditunjuk untuk mengisi jabatan penjabat (PJ) Kepala Daerah hingga adanya pejabat definitif yang dilantik.
Dengan adanya informasin tersebut, anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus dari Fraksi PAN mengusulkan kepada pemerintah agar dilakukannya uji kepatutan dan kelayakan (fit and proper test) bagi penjabat kepala daerah.
"Uji kepatutan dan kelayakan dibutuhkan untuk Pj Kepala daerah yang akan ditunjuk nantinya," kata Guspardi dalam keterangannya, Selasa (18/1/2022).
Sebab, kata dia, masa bakti penjabat kepala daerah cukup lama yakni lebih dari dua tahun untuk tujuh provinsi dan lebih dari satu tahun untuk 27 provinsi. Di sisi lain, penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan yang memadai. Dia khawatir, hal itu membuat upaya menyejahterakan masyarakat menjadi terhambat.
Guspardi menilai dengan dilakukannya uji kepatutan dan kelayakan diharapkan bisa membuat kewenangan penjabat bertambah. Sehingga, roda pemerintahan tidak stagnan dan hanya menunggu instruksi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam mengambil kebijakan.
"Artinya tidak selalu harus menunggu instruksi atau petunjuk dari Kemendagri. Pj Kepala daerah hendaknya bisa melakukan berbagai inovasi dalam mengambil berbagai kebijakan terhadap daerah yang dipimpinnya," ujarnya.
Selain itu, tuturnya, uji kepatutan dan kelayakan memastikan tidak ada kepentingan politik dalam menunjuk kepala daerah. Sehingga, penjabat bisa menjalankan tugasnya dengan baik, profesional, dan netral tanpa dipengaruhi oleh kepentingan partai politik.
Menurut dia, proses uji kepatutan dan kelayakan bisa dilakukan oleh pemerintah dan DPR. Mekanismenya bisa meniru proses seleksi anggota KPU dan Bawaslu.
"Pemerintah dalam hal ini melakukan penyaringan melalui tim seleksi (timsel) misalnya memilih lima orang calon, lalu lima orang itu di serahkan ke DPR yang kemudian dilakukan uji kepatutan dan kelayakan. Dan yang perlu di di tekankan bahwa proses seleksi calon Pj Kepala daerah ini harus diikuti ASN aktif. Bukan pejabat eselon satu yang sudah purnabakti," tuturnya.
Guspardi menyadari, untuk menerapkan hal ini perlu adanya regulasi yang mengatur penjabat (Pj) kepala daerah dilakukan fit and proper test. Sebab sejauh ini belum ada regulasi terkait hal tersebut.
"Berdasarkan undang-undang memang tidak ada yang mengatur tentang hal itu. Kalau memang ada regulasi terhadap hal tersebut kenapa tidak. Perlu ada alasan hukum bagi penjabat kepala daerah untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Tidak bisa ujug-ujug harus melewati fit and proper test", tutur anggota Baleg DPR tersebut. iNews Blitar
Editor : Robby Ridwan