get app
inews
Aa Read Next : Jitunya Ramalan Soeharto Tentang Indonesia 29 Tahun Lalu

Ketika Mayat Penembakan Misterius (Petrus) Bergelimpangan dan Tato pada Dihapus

Sabtu, 04 Februari 2023 | 08:23 WIB
header img
Peristiwa penembakan misterius atau petrus pada tahun 80a-an membuat para preman berebut menghapus tato (foto/ist)

BLITAR, iNewsBlitar - Petrus atau penembakan misterius begitu istilah untuk menyebut mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan-jalan wilayah Yogyakarta, Jawa Timur dan Jakarta.

Pada kepala mayat dan beberapa di antaranya tubuh bagian depan, selalu ditemukan luka tembakan senjata api. Peristiwa menyeramkan itu berlangsung mulai Maret 1982.

Mereka yang ditemukan mati rata-rata teridentifikasi sebagai penjahat kelas teri, berandalan, residivis atau mantan narapidana (napi). Mereka yang tindak tanduknya meresahkan lingkungan.

Di Yogya diistilahkan dengan gali (gabungan anak liar), yakni istilah lokal untuk menyebut para bromocorah, bandit, begal, berandalan atau anggota geng yang meresahkan lingkungan sekitar.

Yang dipahami lagi oleh masyarakat, mayat-mayat yang bergelimpangan di jalan itu, nyaris semuanya bertato. Tato pada tubuh ditengarai menjadi penanda khusus eksekutor petrus, bahwa target adalah seorang gali.

“Secara khusus tato-yang dipandang sebagai tanda identifikasi simbolis dengan dunia gelap kejahatan-dipakai untuk mengidentifikasi sasaran pengenyahan potensial,” demikian yang tertulis dalam buku Politik Jatah Preman (2018).

Tak heran, mulai tahun 1982-an itu, banyak orang terdorong untuk menghapus tato mereka. Mereka khawatir terseret menjadi sasaran petrus. Karenanya segala cara dilakukan, asal tato bisa segera dihapus.

Di luar jasa klinik, tak sedikit dari mereka menghapus tato dengan cara menyiram air aki atau menyetrika. Akibatnya di tempat tato berada terlihat seperti bekas luka bakar.  

Yang membuat masyarakat lebih tercekam, operasi petrus dilakukan secara terang-terangan. Dengan cepat, dan sistematis, eksekutor menembak target di depan umum dan mayatnya ditinggalkan tergeletak begitu saja.

Kendati demikian, kebanyakan mayat para korban petrus itu diletakkan dalam karung atau glangsing. Biasanya setelah melalui proses penculikan. Hal itu yang melahirkan istilah di masyarakat, mayat yang diglangsing atau dikarungi.

Tercatat selama 1982-1985, jumlah orang-orang terduga gali yang tewas akibat operasi petrus mencapai 5.000-10.000 jiwa. “Konsentrasi terbesarnya berada di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jakarta,” tulis Ian Douglas Wilson dalam Politik Jatah Preman.

Pada saat berlangsung petrus, angka kriminalitas kekerasan, utamanya di Yogyakarta, Jawa Timur dan Jakarta menurun drastis. Peristiwa perampokan, penodongan atau penjambretan di jalanan, tidak lagi terjadi.  

Hal itu yang ditengarai yang membuat publik tidak banyak mengecam aksi petrus, meski beberapa kasus terjadi salah sasaran. Di sejumlah kasus, korban petrus hanya seorang pemuda pengangguran yang ketiban sial.

Operasi petrus berakhir pada 1985, lantaran mulai muncul isu terkait dengan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).  Pada saat itu pemerintah orde baru tidak banyak menjelaskan soal petrus.

Kepala Kopkamtib Benny Moerdani (LB Moerdani) menyatakan mayat-mayat yang bergelimpangan itu hasil dari perang perebutan wilayah di antara para gali itu sendiri.

Namun Presiden Soeharto dalam biografinya tahun 1989, justru lebih terbuka. Menurut Pak Harto, petrus bertujuan sebagai terapi kejut.

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut