Rukyat/observasi adalah ibu yang melahirkan ilmu hisab dan astronomi. Tanpa rukyat/observasi tak akan ada ilmu hisab dan astronomi. Tanpa ada rukyat/observasi yang berkelanjutan, maka ilmu hisab akan mandeg/statis. Dengan demikian rukyat itu ilmiah. Di satu sisi rukyat berfungsi mengoreksi hitungan hisab, dan di sisi lain hisab menjadi pemandu dan pendukung rukyat. Rukyat yang diterima di Indonesia ialah rukyat Nasional, yakni rukyat yang diselenggarakan di dalam negeri dan berlaku satu wilayah hukum.
Perbedaan hasil rukyat di Indonesia dengan negara lain seperti Saudi Arabia tidaklah menjadi masalah. Dengan panduan dan dukungan ilmu hisab, maka rukyat diselenggarakan di titik-titik strategis yang telah ditetapkan (saat ini ada 55 tempat) di seluruh Indonesia di bawah koordinasi LFNU di pusat dan di daerah. Pelaksana rukyat terdiri dari para ulama’ ahli fiqh, ahli rukyat, ahli hisab, dan bekerja sama dengan ormas Islam dan instansi terkait. Rukyat diselenggarakan dengan menggunakan alat sesuai dengan kemajuan teknologi dan yang tidak bertentangan dengan syar’i.
Berpartisipasi dalam Sidang Itsbat
Hasil penyelenggaraan rukyatul hilal di lapangan dilaporkan kepada PBNU. Dari laporan-laporan itu sesungguhnya NU sudah dapat mengambil keputusan tentang penentuan awal bulan, tetapi tidak segera diumumkan melainkan dilaporkan lebih dulu ke sidang itsbat, dengan tujuan agar keputusan itu berlaku bagi umat Islam di seluruh Indonesia. Ketika para sahabat berhasil melihat hilal, tidak serta-merta mereka menetapkannya dan mengumumkan kepada masyarakat mendahului penetapan Rasulullah SAW. Hasil rukyat dilaporkan kepada Rasulullah SAW. Selanjutnya beliau sebagai Rasul Allah maupun sebagai kepala negara menetapkannya.
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait