Hj. Musiswatin (72), seorang tokoh sejarah di desa setempat berdasarkan keterangan dari orang yang pertama kali mengurusnya, yaitu Mbah Matal (alm), bahwa setelah ditinggalkan dan ditangkap oleh Belanda, Bupati meninggalkan gerbong di halaman rumahnya di Jalan Batu besar.
Pada tahun 1949, menurut Hj, Munsiswatin, Mbah Matal sebagai juru kunci memiliki ide untuk memindahkan kereta ke gang berikutnya dari tempat kereta pertama kali ditinggal ketika BupatI Kediri ditangkap oleh Belanda.
“Kereta tidak bisa berjalan dan ditarik dengan bantuan masyarakat setempat saat dipindahkan. Ia hanya mau ditarik oleh dua ekor lembu dan ditopang oleh Mbah Matal dan istrinya. Itu keanehan pertama.Keanehan kedua adalah tanah yang dilalui kereta itu tidak bisa ditumbuhi rumput," kata Munsiswatin, Minggu (27/2/2022).
Menurut Munsiswatin, pertama kali kereta ini digelar di hadapan Mbah Matal, adalah masinis kereta adipati yang makamnya juga berada di Desa Kandat. "Dulu, daerah ini adalah hutan, dan Mbah Nala adalah orang pertama yang menulis babad alas. Dia juga yang memberi nama desa ini nama “Kandeg” (berhenti, red). Toponim yang disajikan nama ini berdasarkan pemberhentian Kereta Adipati. Lambat laun nama Kandeg ini menjadi Kandat, sebutan untuk desa dan kelurahan di Kabupaten Kediri," imbuhnya.
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait