BLITAR, iNewsBlitar - Batik Prabha Balitar ditahbiskan sebagai batik khas Kota Blitar Jawa Timur yang tidak lama lagi akan dicetak massal. Motif Prabha Balitar akan dipakai sebagai seragam batik dinas ASN Pemerintah Kota Blitar.
Hal itu menyusul diresmikannya motif batik Prabha Balitar sebagai ikon Kota Blitar, yakni mulai 14 Oktober 2023. Yang tidak banyak orang tahu, motif yang sarat nilai filosofis itu lahir dari sentuhan tangan Jingga, yakni remaja putri yang baru berumur 25 tahun.
Vadara Jinggalangit Rizki begitu nama lengkapnya. Di lingkungan pekerja seni di Kota Blitar, orang biasa memanggilnya Jingga. “Nama Jingga sering disangka nama panggung berkesenian. Padahal itu nama asli sesuai akta kelahiran,” tutur Jingga sembari ketawa Sabtu (25/11/2023).
Jingga dikenal sebagai pekerja seni multitalenta. Mendesain kostum tari (tradisional dan kontemporer) adalah keahliannya. Mulai bahan, merancang desain, hingga mengurusi persewaan kostum, ia lakukan seorang diri.
Koleksi kostumnya lebih dari seribu potong. Dari persewaan kostum, ia menjadi pekerja seni milenial yang berkecukupan. “Musim panen persewaan kostum di Kota Blitar itu mulai bulan Juni, lumayanlah per bulan bisa puluhan juta,” katanya ringan.
Tak hanya urusan desain kostum dan mengelola persewaan. Jingga juga piawai mengurus tata artistik panggung pertunjukan, yakni termasuk lighting panggung juga menjadi tanggung jawabnya.
Sejak tahun 2017 ia sudah terlibat aktif dalam sejumlah event seni pertunjukan di Kota Blitar. Namanya ada di belakang setiap acara Grebeg Pancasila, peringatan Pemberontakan PETA (Pembela Tanah Air), Bulan Bung Karno setiap bulan Juni, dan Peringatan Kemerdekaan 17 Agustus.
Dengan mencipta batik Prabha Blitar status Jingga sebagai pekerja seni semakin lengkap. Jingga berhasil menyisihkan 130-an peserta lomba mencipta motif batik khas Kota Blitar tahun 2023.
“Saya tidak menyangka bisa terpilih sebagai pemenang pertama,” ungkapnya merendah.
Lomba mencipta batik khas Kota Blitar digelar Disperindag. Inisiatif datang dari Wali Kota Blitar Santoso yang sudah lama memendam keinginan daerahnya bisa memiliki batik khas sendiri.
Yang diingat Jingga, sebagian besar peserta lomba adalah para pembatik senior, yakni para seniman yang lama menggeluti seni rupa terapan. Tidak sedikit yang datang dari luar daerah.
“Dibanding semua peserta lomba, saya adalah peserta yang paling kecil. Semuanya seniman batik,” tutur Jingga.
Jingga lahir di Surabaya sebagai anak bungsu satu saudara. Ayahnya seorang jurnalis Surabaya yang tutup usia pada saat dirinya baru sebulan dilahirkan. Sementara ibunya berlatar belakang pegawai kesehatan.
Lulus dari SMK Seni Rupa Surabaya (SMK Negeri 12) jurusan desain grafis tahun 2016, Jingga melanjutkan ke perguruan tinggi. Ia ambil jurusan tekhnik perkapalan, namun tidak rampung karena lebih tertarik menjadi pekerja seni.
Awalnya tidak berjalan mulus. Reaksi penolakan datang dari orang tua lantaran pekerja seni dianggap tidak bermasa depan. Namun Jingga berhasil mematahkan pandangan miring itu.
“Alhamdulillah saya berhasil membuktikan bahwa pandangan itu tidak benar,” ungkapnya mengenang masa penolakan itu.
Jingga cerita, ia awalnya tidak berminat mengikuti lomba mencipta batik khas Blitar yang kelak mengantarkan namanya sebagai pencipta ikon Kota Blitar. Sebab di saat yang sama ia sibuk mempersiapkan pertunjukkan tari.
Namun rekannya sesama pekerja seni, yakni terutama berusia milenial, terus mendorongnya. Jingga dianggap mumpuni dalam hal desain grafis dan sayang kalau kesempatan itu dilewatkan.
“Saat itu saya kebetulan juga lagi tidak punya gagasan. Tapi teman-teman terus mendorong ikut lomba,” kenangnya.
Ide Jingga muncul secara mendadak pada pukul 03.00 wib dini hari. Di sela mengurusi persiapan make up penari di Perpustakaan Nasional Bung Karno, ia tanpa sengaja memandang gapura menuju makam Proklamator. Gagasannya sontak terbit.
Gapura adalah wajah khas Kota Blitar. Setiap peziarah makam Bung Karno datang ke Kota Blitar, pasti melihatnya. Berangkat dari gapura Jingga kemudian mengombinasikan dengan sayap garuda, Irisan Blimbing, Kendang Jimbe atau Kendang Sentul, Ikan Koi, Tumpeng atau Gunungan, dan sayuran.
Dibantu Erwin, yakni mentornya di sanggar Patrialoka, setiap instrument batik diperkuat dengan narasi filosofis. Dalam waktu dua hari jadilah motif batik Prabha Blitar dan langsung ia lombakan.
“Waktu pendaftaran tinggal sehari, dan tidak disangka ternyata menang. Dapat hadiah uang tunai Rp 7 jutaan, rasanya senang,” tuturnya sembari tertawa.
Motif batik Prabha Balitar ciptaan Jingga telah resmi menjadi ikon Kota Blitar. Pemkot Blitar dengan seizin Jingga, yakni karena sebagai pemilik karya, berencana mematenkan batik Prabha Blitar. Prabha Balitar didaftarkan sebagai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).
Dalam waktu dekat Pemkot Blitar juga akan memakai motif batik Prabha Blitar untuk seragam dinas (batik) ASN. Sebagai pemilik karya, Jingga mengaku tidak merasa keberatan.
Dengan didaftarkan Haki oleh Pemkot Blitar, batik Prabha Balitar sepenuhnya akan menjadi milik Pemkot Blitar. Sebagai pencipta motif Prabha Balitar, Jingga rela namanya tidak disebut lagi.
Ia juga tidak berhak atas royalti ketika batik Prabha Balitar diproduksi massal untuk kepentingan ekonomi. Jingga mengatakan motif batik Prabha Balitar memang dihibahkannya untuk Kota Blitar.
Asal yang memiliki pemkot Blitar, dirinya bisa menerima. “Kecuali diklaim oleh personal dan untuk kepentingan ekonomis, ya tentu ada rasa kecewa, karena itu karya,” pungkasnya.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait