Harus Melihat Kondisi Individu, Begini Pendapat Pakar Kesehatan Terhadap Vaksin Booster

Qithfirul
Pakar kesehatan Universitas Sebelas Maret Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto Sp.PK PhD

Solo, Blitar.iNews.id - Vaksin booster untuk Covid-19 masih terus mengalami pro dan kontra. Banyak masyarakat yang menantikan segera bisa mendapatkan vaksin booster, tapi juga ada yang masih mempertanyakan keamanan dari vaksin booster tersebut.

Adanya hal tersebut, pakar kesehatan Universitas Sebelas Maret Solo, dr. Tonang Dwi Ardyanto Sp.PK PhD turut menyampaikan pendapatnya. dr. Tonang menyebutkan jika dalam pemberian vaksin booster Covid-19 harus memperhatikan keadaan dan kondisi dari setiap individu. Suntikan vaksin bisa mulai diberikan setelah 12 bulan suntikan kedua.

Pemberian vaksin booster ini perlu melakukan tes terhadap antibodi setiap individu. Apakah antibodi dalam tubuh mengalami penurunan atau tidak.

Hal tersebut sama seperti yang disampaikan dr Tonang, "Secara ilmiah kapan seseorang perlu booster, mestinya perlu tes dulu. Apakah orang tersebut antibodinya turun berapa, tetapi saat ini kita belum berada pada titik orang per orang berapa antibodi yang dimiliki, maka lebih dikedepankan masa waktunya," pada Jum'at, 7 Januari 2022.

Staf Pengajar Patologi Klinik Fakultas Kedokteran (FK) UNS ini menyebut, jika pemerintah mengatakan suntikan booster atau tambahan diberikan setelah enam bulan dari suntikan kedua, ia mendorong suntikan bisa diberikan 12 bulan setelah suntikan kedua.

"Kami mendorong waktunya 12 bulan lebih rasional," katanya. Termasuk pemberian booster untuk penyintas, secara ilmiah seharusnya memperhatikan antibodi masing-masing individu.

"Penyintas kan jumlah virusnya beda, gejala beda, antibodi yang terbentuk juga variatif. Ada penyintas yang antibodinya tinggi, ada yang rendah. Khususnya yang tanpa gejala antibodi cenderung rendah," katanya.

Ia mengatakan, individu dengan imunitas terkuat adalah orang yang pernah divaksin dan pernah terinfeksi karena memiliki antibodi ganda.

"Kalau saya ditanya apakah booster harus diberikan kepada penyintas, saya katakan tidak harus. Namun kalau ditanya perlu atau tidaknya kita lihat kasus per kasus," katanya.

Bahkan, dikatakannya, booster bukan merupakan suatu keharusan. "Saya lebih suka menyebut ini pilihan opsional, karena sebagian booster kan ada yang berbayar, sebagian lagi dari pemerintah," katanya.

Di sisi lain, yang justru harus segera diselesaikan adalah pemberian vaksin dosis satu dan dua untuk sebagian masyarakat yang hingga saat ini belum tersentuh oleh imunisasi.

"Menutup tahun 2021 ada 41,82 persen penduduk tervaksinasi lengkap dan 19 persen baru dapat satu dosis. Oleh karena itu, ada 39-40 persen yang belum tervaksin sama sekali. Ini harus segera divaksin. Kalau booster untuk antisipasi yang sudah divaksin lama," ucapnya.

Editor : Robby Ridwan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network