JAKARTA, iNewsBlitar - Sayuti Melik terlibat aktif dalam sejarah detik-detik Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Di rumah Laksamana Maeda, Sayuti Melik diminta Soekarno atau Bung Karno untuk mengetik naskah Proklamasi Kemerdekaan yang baru saja dirumuskan sekaligus disepakati bersama.
“Ti, Ti, tik, tik!,” kata Bung Karno kepada Sayuti Melik seperti yang tertulis dalam buku 80 Tahun Bung Karno (1982). Sayuti yang mendapat perintah, langsung membawa naskah ke belakang. Naskah itu diketiknya dengan sedikit perubahan kata hasil koreksi bersama.
Kata-kata “Wakil-wakil Bangsa Indonesia” diganti dengan kata-kata “Atas nama Bangsa Indonesia”. Kemudian juga membenahi ejaan serta perumusan hari dan bulan kemerdekaan.
Sayuti Melik merupakan suami SK Trimurti, aktivis Partindo (Partai Indonesia) yang sekaligus jurnalis perempuan. Sayuti Melik terlahir dengan nama Mohamad Ibnu Sayuti di Sleman, Yogyakarta pada 22 November 1908.
Jiwa nasionalisme Sayuti Melik banyak dipengaruhi oleh H.A Zurink, guru sejarahnya saat bersekolah guru di Solo tahun 1920. Kemudian juga ditempa bacaan majalah Islam Bergerak asuhan Haji Misbach, Laweyan Solo.
Sayuti Melik pertama kali bertemu Bung Karno di Bandung, tahun 1926, dan itu membuatnya terpikat. Dalam pergerakan nasional, Sayuti Melik mengambil jalur sebagai jurnalis. Tulisan-tulisannya dianggap mengganggu kolonial Belanda.
Karenanya selama 1927-1933, ia termasuk dari banyak aktivis pergerakan yang dibuang ke Boven Digul. Hidup Sayuti Melik selanjutnya banyak dihabiskan keluar masuk penjara kolonial.
Pada masa pemerintahan militer Jepang (1942-1945), Sayuti Melik mendekam di dalam penjara Ambarawa, Jawa Tengah. Ia dibebaskan setelah tulisannya berjudul “Kebudayaan dan Kemerdekaan” diam-diam diikutsertakan sayembara mengarang yang digelar Jepang.
“Ternyata tulisan tersebut memenangkan hadiah nomor satu. Tetapi kiranya bukan karena karangannya cukup baik, melainkan karena kepala jurinya ialah Mr. Mohamad Yamin. Beliau mengenal gaya bahasa tulisan saya dan mengerti pada waktu itu saya berada di penjara Ambarawa,” kata Sayuti Melik dalam artikel Perkenalan Saya dengan Bung Karno.
Tak lama menghirup udara bebas, Sayuti Melik menerima surat dari PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) yang dipimpin Bung Karno dan Bung Hatta. Ia diminta segera datang ke Jakarta.
Selama di Jakarta Sayuti Melik berjejaring dengan para pemuda pejuang yang bermarkas di Menteng 31. Juga berinteraksi dengan kelompok Kebon Sirih 82 yang bekerja sama dengan orang-orang Kaigun (Angkatan Laut Jepang) yang diam-diam bersimpati dengan kemerdekaan Indonesia.
Pada 16 Agustus 1945 malam, setelah dilepaskan dari penculikan Rengasdengklok, Bung Karno dan Bung Hatta langsung menuju rumah Laksamana Muda Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1 Jakarta Pusat.
Disaksikan Lakmasana Maeda selaku perwira tinggi Angkatan Laut Jepang, Nishijima, Yoshizumi dan Miyoshi dari Angkatan Darat, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia disusun. Sayuti Melik ikut serta. Begitu juga pemuda Sukarni dan Chaerul Saleh.
Begitu usai diketik Sayuti Melik, Bung Karno membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan di depan para peserta rapat. Sesudah semua menyatakan setuju, teks ditandatangani Bung Karno dan Bung Hatta.
“Menurut Hatta teks disambut dengan tepuk tangan yang riuh,” tulis Lambert Giebels dalam Soekarno Biografi 1901-1950.
Sejumlah petinggi Jepang yang hadir, terutama Laksamana Maeda selaku tuan rumah, tidak mengambil reaksi apapun. Sayuti Melik yang pernah merasakan kejamnya penjara militer Jepang, penasaran dengan hal itu.
Sayuti bertanya langsung kepada Laksamana Maeda. Dalam 80 Tahun Bung Karno, Sayuti Melik mengungkapkan jawaban Maeda yang diterjemahkan Nishijima, tangan kanannya: Jepang mati! Saya sendiri sebentar lagi juga akan mati, apa pun yang saya perbuat.
Jika saya ikut menyerahkan Indonesia kepada Sekutu sebagai inventaris, saya akan mati. Dan jika saya sekarang ini membantu Bangsa Indonesia dalam memproklamasikan kemerdekaan, saya juga akan mati. Maka sama-sama akan mati, lebih baik hidupku yang tinggal beberapa hari ini, saya bantukan kepada Bangsa Indonesia yang sedang bangkit!.
“Saya percaya kepada ketulusan hati Laksamana Maeda,” kata Sayuti Melik. Selanjutnya, pada saat Bung Karno dipilih menjadi Presiden Pertama Indonesia, Laksamana Maeda orang pertama yang mendatangi Bung Karno dengan pakaian dinas militer.
Laksamana Maeda memberi hormat secara militer kepada Bung Karno dan mengucapkan kata-kata : Your Excellency atau Yang Mulia.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait