Sang ulama menyatakan, maksud dia, menancapkan tombak itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di tanah Jawa oleh para ulama utusan Sultan Sultan Muhammad I. Setelah terjadi perdebatan mereka lalu mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam, hingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan.
Sabda Palon mensyaratkan beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa. Isi kesepakatan antara lain, Sabda Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa.
Syarat-syarat itu pun akhirnya disetujui Syekh Subakir. Selain di Puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya. Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan ditempatkan di Puncak Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak Kiai Panjang. Dengan adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk halus Dalam versi lain disebutkan konon Syekh Subakir membawa batu hitam dari Arab yang telah dirajah. Batu dengan nama Rajah Aji Kalacakra tersebut lalu dipasang di tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang.
Karena, Gunung Tidar dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa. Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan oleh batu hitam tersebut menimbulkan gejolak. Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam. Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan hujan api. gunung-gunung bergemuruh tiada henti. Para makhluk halus pun lari tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar. Sebagian pengikut Sabda Palon dari bangsa jin melarikan diri ke timur dan konon hingga sekarang menempati daerah Gunung Merapi yang masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai wilayah yang angker.
Bahkan sebagian lagi anak buah Sabda Palon ada yang melarikan diri ke alas Roban, dan ke Gunung Srandil. Karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo periode pertama menjadi menjadi lancar. Nama Syekh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Sehingga mereka terkesan mendewakan sang ulama asal Persia tersebut.
Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir dan untuk menjaga aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke Persia, Iran. Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada tauhid yang benar. Selain itu tugas utama Syekh Subakir untuk membersihkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus telah selesai. Selanjutnya setelah Syekh Subakir wafat posisinya digantikan oleh Wali Songo lainnya yaitu Sunan Kalijaga. Namun di Gunung Tidar, Magelang, Jawa Tengah ada petilasan Maqom Syekh Subakir. Tempat ini pun kerap didatangi para peziarah yang ingin melihat tempat tersebut. Wallahualam bissawab.
Sumber : - Jakartapress.com - akucintanusantaraku.blogspot - wikipedia dan diolah dari berbagai sumber
Editor : Edi Purwanto