BLITAR, iNewsBlitar - Dua fraksi di DPRD Kabupaten Blitar ternyata hingga kini belum menyampaikan sikap nyata terkait digelarnya hak angket dan hak interpelasi untuk mengadili Bupati Blitar Rini Syarifah atau Mak Rini.
Dua fraksi itu adalah Fraksi Gerakan Pembangunan Nasional (GPN), yakni terdiri dari partai Gerindra (6 kursi), Nasdem (2 kursi), PPP (1 kursi) dan PKS (1 kursi) serta Fraksi Golkar dan Demokrat (Goldem) yang terdiri dari Partai Golkar (3 kursi) dan Partai Demokrat (2 kursi).
Terungkap hingga kini kedua fraksi tersebut belum menyerahkan tanda tangan draft usulan pansus hak angket dan hak interpelasi Bupati Mak Rini ke pimpinan DPRD. Para anggota dewan kedua fraksi itu diduga tengah melakukan jurus standar ganda alias bermain aman.
“Diduga main aman, melakukan standar ganda. Istilahnya kalau jaman dulu kalau Jepang menang ikut Jepang, Belanda menang ikut Belanda,” ujar Koordinator ormas Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI) Kabupaten Blitar Mujianto Jumat (3/11/2023).
Usulan digelarnya pansus hak angket dan hak interpelasi resmi diajukan Fraksi PAN dan Fraksi PDIP ke pimpinan DPRD. Sebanyak 26 anggota dewan telah menyerahkan tandatangannya kepada pimpinan DPRD.
Pansus hak angket bertujuan mengungkap polemik sewa rumah dinas (rumdin) wakil bupati Blitar Rahmat Santoso atau Makde Rahmat. Terungkap rumdin yang dibiayai APBD 2021 dan 2022 sebesar Rp490 juta itu ternyata rumah pribadi Bupati Mak Rini.
Bupati Mak Rini dinilai telah berbisnis dengan pemerintahannya sendiri. Sedangkan pansus hak interpelasi bertujuan untuk mengungkap polemik TP2ID (Tim Percepatan dan Pembangunan Inovasi daerah) yang dinilai sebagai sarang oligarki.
Sejak pansus hak angket dan hak interpelasi masih bergulir sebagai wacana di DPRD Kabupaten Blitar, Fraksi GPN sudah bersuara menyatakan dukungan. Terutama Partai Gerindra, bersuara paling lantang.
Namun ketika Fraksi PAN dan Fraksi PDIP memperlihatkan langkah nyata, yakni menggalang dukungan, menandatangani draft usulan pansus hak angket dan interpelasi sekaligus menyerahkan ke pimpinan dewan, Fraksi GPN dan Goldem tidak memperlihatkan langkah sama.
Fraksi GPN, yakni terutama anggota dewan dari Partai Gerindra dinilai hanya bermain-main di wilayah retorika. Antara kata dan perbuatan, kata Mujianto tidak selaras alias hanya besar di mulut.
Terbukti hingga kini Partai Gerindra juga tidak menyerahkan draft tanda tangan dukungan terhadap pansus hak angket dan hak interpelasi. “Kalau bahasa milenial rawan mleyot,” kata Mujianto.
Spekulasi yang berkembang, sikap standar ganda yang diperlihatkan Fraksi GPN, yakni khususnya Gerindra lantaran memiliki misi tertentu yang terkait dengan dana pokok-pokok pikiran (Pokir).
Informasi yang dihimpun, beberapa dari anggota dewan itu diduga diam-diam menjalin komunikasi intens dengan pihak eksekutif, yakni terutama orang-orang di lingkaran dalam Bupati Mak Rini.
Menurut Mujianto, anggota dewan yang tidak memperlihatkan sikap dukungan nyata terhadap pansus hak angket dan hak interpelasi, yakni dibuktikan dengan penyerahan tanda tangan ke pimpinan, tidak layak lagi dipercaya.
Dalam konteks aspirasi masyarakat, sikap standar ganda mereka yang rawan mleyot dapat dinilai sebagai watak politik yang mengedepankan kepentingan pribadi di atas kepentingan masyarakat.
“Mereka dapat disimpulkan sebagai anggota dewan yang tidak menginginkan Kabupaten Blitar berubah lebih baik,” tegasnya.
Ketua Fraksi GPN Sugianto dikonfirmasi terpisah membenarkan pihaknya belum menyerahkan tanda tangan pansus hak angket dan hak interpelasi ke pimpinan dewan.
Hingga saat ini kata Sugianto yang juga sekertaris Partai Gerindra Kabupaten Blitar, baru 5 orang yang bertanda tangan, yakni semuanya dari partainya. “Menunggu. Masih 5 atau piro ya. Sementara dari Partai Gerindra. Enam yang satu ijin. Kita masih rencanakan mau rapat fraksi lagi,” ujarnya.
Sugianto menegaskan pada akhirnya nanti akan mengirim draft tanda tangan hak angket dan hak interpelasi ke pimpinan DPRD.
Ia mengakui saat ini memang belum ingin melakukannya karena draft tanda tangan yang sudah dikirim, yakni dari Fraksi PAN dan Fraksi PDIP belum bisa diapa-apakan oleh pimpinan.
“Ngirim, pasti ngirim. Ini kan tidak ada masa kadaluarsanya. Kita tetap ngirim sambil melihat punya PDIP dan PAN mau diapain,” pungkas Sugianto.
Hal senada diungkapkan anggota dewan dari Partai Nasdem Sunarto. Hingga sampai saat ini dirinya memang sengaja belum menandatangani draft pansus hak angket dan hak interpelasi. Sunarto beralasan masih melihat arah kapal hendak berlabuh ke mana.
Sementara Suswati anggota legislatif dari Partai Golkar menyatakan belum bisa berpendapat soal hak angket dan hak interpelasi lantaran memilih berkonsentrasi dengan persiapan Pileg 2024. Suswati mengatakan sedang sibuk di daerah pemilihan (dapil).
Ketua DPRD Kabupaten Blitar Suwito Saren Satoto mengatakan draft tanda tangan usulan pansus hak angket dan hak interpelasi yang diajukan Fraksi PAN dan Fraksi PDIP sudah memenuhi syarat.
Namun karena ini baru pertama kalinya di Kabupaten Blitar, Suwito mengatakan masih perlu melakukan kajian mendalam, termasuk berencana studi banding ke Kabupaten Jember.
“Kita meminta waktu untuk mengkaji lebih dalam agar tidak ada tafsir yang salah,” ujarnya.
Editor : Solichan Arif