BLITAR, iNewsBlitar - Pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi yang melibatkan sejumlah tokoh penting Masyumi dan PSI (Partai Sosialis Indonesia) didukung oleh Amerika Serikat.
Target utama gerakan PRRI/Permesta adalah menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno atau Bung Karno sekaligus memberangus komunis, yakni PKI (Partai Komunis Indonesia) yang merupakan lawan utama Amerika.
Melalui operasi CIA (Central Intelligence Agency), Amerika Serikat diam-diam menggelontorkan bantuan persenjataan perang. Yakni mulai peluncur roket, granat, senapan dan amunisi yang cukup untuk mempersenjatai 8.000 tentara.
“Tiba (senjata) pada pertengahan Januari 1958 di pelabuhan Teluk Bayur Padang,” demikian dikutip dari buku Akar dan Dalang Pembantaian Manusia Tak Berdosa dan Penggulingan Bung Karno (2013).
Gerakan PRRI/Permesta diawali oleh manuver politik Letnan Kolonel Achmad Husein yang mendirikan Dewan Banteng di Bukittinggi Sumatera Tengah, yakni tepatnya 20 Desember 1956.
Pada 22 Desember 1956 Kolonel Maludin Simbolon mendirikan Dewan Gajah di Sumatera Timur, Manado, dan Sulawesi Utara. Gerakan serupa diambil Letnan Kolonel Ventje Sumuel dengan memelopori pendirian Dewan Manguni.
Sementara Kolonel Harun Sohar mendirikan Dewan Garuda di Sumatera Selatan. “Dewan-dewan yang dipimpin oleh perwira-perwira menengah angkatan darat ini mengambil sikap menentang pemerintah pusat”.
Penentangan terhadap pemerintahan Soekarno dilakukan terang-terangan. Bahkan Dewan Banteng kemudian menyampaikan tuntutan yang bersifat makar, yakni menuntut dibubarkannya pemerintah pusat.
Tidak hanya itu. Pada 15 Februari 1958 para perwira militer angkatan darat itu memproklamasikan berdirinya Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Bukittinggi.
Pendirian PRRI sekaligus mengangkat Syafruddin Prawiranegara, yakni tokoh Masyumi sebagai pejabat Presiden. Selain Masyumi, sejumlah tokoh PSI (Partai Sosialis Indonesia), yakni salah satunya Soemitro Djojohadikoesoemo, juga berada di jajaran penting PRRI.
Berdasarkan dokumen CIA yang bocor ke publik, Amerika Serikat menyatakan mendukung PRRI. Sokongan Paman Sam dalam rangka menggulingkan kekuasaan Soekarno itu dilakukan dengan menggelar operasi tertutup.
Bahkan keputusan untuk menjatuhkan Bung Karno telah diambil alih langsung Presiden Eisenhower pada 25 September 1957 atau lima bulan sebelum proklamasi PRRI.
Karenanya, setelah bantuan senjata pada pertengahan Januari 1958, bantuan-bantuan lain datang secara bergelombang ke Sumatera dan Sulawesi, yakni sebagai basis utama pemberontakan.
Pengiriman bantuan memanfaatkan keberadaan fasilitas dan pangkalan militer Amerika dan Inggris di Filipina, Singapura, Malaysia, dan Taiwan. “Derasnya bantuan dari luar negeri, khususnya AS ini disebabkan oleh sikap konsisten anti komunis PRRI/Permesta, sebagai alasan utama pemberontakannya”.
Pertempuran antara pasukan PRRI yang disokong oleh Amerika Serikat dan CIA dengan tentara pemerintahan Soekarno tak terelakkan. Korban pun berjatuhan.
Pada 18 Mei 1958 seorang agen CIA kebangsaan Amerika bernama Allen Pope berhasil ditembak jatuh sekaligus ditangkap hidup-hidup pasukan Indonesia. Pope ditembak jatuh saat memiloti pesawat dengan misi mengebom perairan Maluku.
Terungkap dalam dokumen yang ditulis Kolonel Leroy Fletcher Prouty, yakni mantan kepala operasi-operasi khusus dari gabungan kepala staf dalam pemerintahan JF Kennedy.
Bahwa pemberontakan di Indonesia yang digalakkan oleh CIA adalah betul-betul sebuah operasi militer yang menyeluruh.
Pemberontakan di Indonesia tahun 1958 melibatkan 42.000 pemberontak bersenjata yang didukung CIA dengan seperangkat bomber, sejumlah pesawat pengangkut bermesin empat, dan kapal selam Angkatan Laut Amerika Serikat.
“Juga melibatkan usaha bantuan pelatihan dan logistik dari pihak Filipina, Okinawa, Taiwan dan Singapura”.
Meski disokong Amerika Serikat dengan kekuatan besar, Pemerintahan Soekarno berhasil memadamkan pemberontakan PRRI/Permesta. Angkatan darat Indonesia berhasil menumbangkan pasukan pemberontak PRRI/Permesta.
Akibat dari pemberontakan itu, Bung Karno kemudian membubarkan Masyumi dan PSI, yakni termasuk menangkap sejumlah tokoh-tokohnya.
Editor : Solichan Arif