JAKARTA,iNewsBlitar – Pemberontakan PKI 1948 atau dikenal sebagai peristiwa Madiun 18 September 1948 terjadi di saat usia kemerdekaan Republik Indonesia baru tiga tahun.
Pemberontakan dilakukan kelompok komunis PKI yang tergabung dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR). Yang menjadi korban dalam peristiwa kelam itu adalah tokoh ulama dan santri. Para korban dihabisi secara keji.
Pemberontakan diawali dengan rentetan peristiwa jatuhnya Amir Sjarifuddin sebagai kabinet setelah Perjanjian Renville. Jatuhnya kabinet Amir Sjarifuddin digantikan kabinet baru yang dikomandoi Mohammad Hatta sebagai perdana menteri. Amir Sjarifuddin menyatakan menolak sekaligus melawan.
Dalam peristiwa Madiun 1948, PKI memproklamasikan Republik Soviet Indonesia, dan mengangkat Musso sebagai presiden serta Amir Sjarifuddin sebagai perdana menteri.
Pemberontakan Madiun berhasil ditumpas. Pasukan gabungan TNI dari Divisi III Siliwangi, Divisi II pimpinan Kolonel Gatot Soebroto, Divisi I yang dikomandoi Kolonel Soengkono serta Mobil Brigade (Brigade Mobil kini Brimob), berhasil menggulung gerakan Musso dan Amir Sjarifuddin.
Sebelumnya PKI/FDR sempat menguasai Kota Madiun selama 12 hari dan tentara kemudian membersihkannya. Amir Sjarifoeddin diringkus dan dieksekusi. Begitu juga dengan Musso atau Muso Manowar atau Munawar Muso.
Melansir buku karya Soe Hok Gie, ‘Orang-Orang di Persimpangan Kiri Jalan’, Musso yang berhasil kabur terlihat pada 31 Oktober 1948 di Desa Balong. Dia menyamar seperti rakyat biasa. Dalam pelariannya, petugas yang curiga memberhentikan untuk dimintai surat-surat keterangan.
Ketika barang bawaannya diperiksa, Musso tiba-tiba merampas pistol seorang penjaga dan menembak si pemeriksa. Dengan dokar yang dirampasnya dari seorang rakyat sekitar, Musso mencoba kabur.
Pasukan TNI yang melihat, langsung mengejar, di mana Musso yang di tengah jalan berhasil menodong sebuah mobil dari pasukan Batalyon Sunandar. Nahas, mobilnya sempat sulit dinyalakan dan prajurit yang sebelumnya ditodong, balik menodong Musso.
“Engkau tahu siapa saya? Saya Musso. Engkau baru kemarin jadi prajurit dan berani minta saya menyerah? Lebih baik saya mati dari pada menyerah. Walau pun bagaimana, saya tetap merah putih,” tegas Musso.
Musso kembali berhasil kabur ke sebuah desa bernama Semanding, Kecamatan Sumoroto, Ponorogo, Jawa Timur. Dia sempat lari ke sebuah kamar mandi milik seorang warga sekitar.
Dikutip dari okezone.com, pasukan TNI yang sudah mendapati tempat persembunyiannya, langsung memberondong kamar mandi itu. Musso tumbang, namun belum tewas. Tubuh laki-laki asal Kediri, Jawa Timur itu dibawa dengan menggunakan drag bar atau tangga bambu dan dibakar.
Editor : Solichan Arif