Mpu Bharada bagi Raja Airlangga bukan sosok asing. Hasil penelitian Louis Damais, sarjana Perancis (1540) pada naskah kuno, menyebut, Mpu Bharada pernah menyarankan Raja Airlangga membagi tahta kerajaan. Satu tahta di Jawa (Kediri) dan satunya di Bali. Namun sarannya tidak terwujud, karena penolakan Sri Mpu Kuturan di Bali. Mpu Kuturan yang lebih sakti ingin menempatkan cucunya sendiri di takhta, dan menolak raja dari Jawa. Kelak, atas saran Mpu Mpu Bharada lagi, Raja Airlangga membagi tahta menjadi Kerajaan Kediri dan Kerajaan Jenggala.
Sementara begitu dititahkan Raja Airlangga mengatasi urusan Calon Arang, Mpu Bharada langsung bersiap mengutus Mpu Kebo Bahula, murid kesayangannya. Mpu Bahula adalah seorang pujangga dari Gangga Citra. Mpu Bharada tahu, murka Calon Arang berakar dari putrinya yang terancam menjadi perawan tua. Ia pun memerintahkan Mpu Bahula untuk meminang Ratna Manggali.
"Dia akan kusuruh melamar Sang Manggali. Engkau Kanuruhan (utusan Raja Airlangga) beritahukanlah kepada Sang Penguasa Dunia, berapa saja mahar yang diminta hendaklah dipenuhi oleh raja," tulis Toeti Heraty. Kerajaan pun langsung menyiapkan mahar lamaran. Hidangan makanan, buah -buahan, ditambah jamuan upacara: tuak, nasi, ikan, sampo, brem, kilang, serta serebad budur dan minum cakelang. Sesuai jalannya siasat, Calon Arang bersedia menerima Mpu Kebo Bahula sebagai menantunya.
Namun Rangda Jirah itu juga mengingatkan, "Namun janganlah tidak bersungguh-sungguh dengan Ratna Manggali". Menyertai lamaran, Bahula juga menyerahkan sirih tanda pertunangan, perak hadiah perkawinan, selendang, permata ratna mutu manikam yang memancar. Mpu Bahula dan Ratna Manggali, sah sebagai suami istri. Keduanya saling mencintai. Sesuai prosa Calon Arang berkode LOR 5387/5279 yang tertulis pada daun lontar yang berada di Puri Cakranegara, Lombok, Mpu Bahula mulai memata-matai aktivitas Calon Arang.
Di setiap menjelang malam, janda Jirah itu selalu membawa lipyakara, pustaka suci, dan pergi ke kuburan. Bahula sengaja mengawasi, dan lalu bertanya kepada istrinya, Ratna Manggali: "Dinda, adikku tercinta, mengapakah ibu selalu pergi malam hari? Saya khawatir Dinda,". Melalui mulut anaknya sendiri, rahasia kesaktian Calon Arang pun bocor. Ratna Manggali cerita, ibunya ke kuburan untuk menjalankan sihir.
Sihir itulah yang mengakibatkan terjadinya pagebluk. Mpu Bahula juga berhasil menyentuh lipyakarya. Sastra Lipyakarya merupakan buku suci yang berisi hal utama untuk jalan kebaikan menuju kesempurnaan, puncak rahasia pengetahuan. Calon Arang sengaja membelokkan untuk kesaktian sihir dan kesengsaraan. Bahula memperlihatkan kitab Lipyakarya kepada Mpu Baradah, gurunya.
Rahasia kesaktian Calon Arang yang selama ini sulit terkalahkan, terungkap. Dengan bekal pengetahuan yang didapat dari muridnya, Mpu Baradah menyatroni Calon Arang. Saat bertemu Mpu Bharada, Calon Arang memperlihatkan keramahan sebagai besan. Janda Jirah itu juga meminta Sang Bogiswara Bharada meruwatnya. "Mohon diruwatlah sebagai besan". Mpu Bharada melihat dosa Calon Arang teramat besar, dan karenannya permintaan itu ditolaknya mentah-mentah.
Seketika itu Calon Arang murka. Dari mata, mulut, hidung, telinga muncul kobaran api yang langsung menyambar, membakar tumbuhan yang ada di sekelilingnya. Tapi api tidak mampu menghanguskan tubuh Mpu Bharada. "Saya tidak mati kau sihir, besan. Aku ambil nyawamu semoga kamu mati di tempatmu berdiri". Karena rahasia kesaktiannya sudah terbongkar. Dengan merapal asta capala, Mpu Bharada berhasil menumpas Calon Arang.
Perempuan tukang teluh, penyembah Batari Durga di kuburan yang ritualnya memakai darah dan organ manusia itu, mati seketika di tempatnya berdiri. Rakyat Kerajaan Kahuripan kembali tentram. Kewibawaan Raja Airlangga kembali terjaga. "Lalu bagaimana sikap Ratna Manggali, apakah akan saling menyalahkan sepanjang hayat. Suatu saat istri sadar menimbang antara cinta dan tipu muslihat, pula akan tersiksa menyalahkan diri karena ibu telah terkhianati," tulis Toeti Heraty.
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait