Menurut ilmu Fikih, "Wa yajibu alal-makmuumi mutaaba’atul imaam" (makmum wajib mengikuti imam). Kelak kalau ditanyai Allah, "Ha, sholatmu kok cepet ora thuma’ninah?" "Imame, Gusti. Kulo kan wajib anut imam (imamnya, Gusti. Saya kan wajib mengikuti imam)." Ketika si imam ditanyai, "Imam, kenapa kok sholatmu cepet!?" "Permintaan pasar," jawab imam. Bebas hisab! Imam melakukan itu karena tahu, konsumennya minta seperti itu. Sebab kalau mencoba Tarawih lama, musholla-nya sepi. Wong cah enom kalau Tarawih takok, "Seng cepet endi?" Ora, "Seng apik endi?" (anak muda kalau Tarawih tanya, "Yang cepat mana?" Bukan, "Yang baik mana?". Saya pernah di Lasem (daerah di Kabupaten Rembang), ada imam sepuh (tua renta) sedang berjalan ke tempat pengimaman (mihrab masjid). Lalu ada orang di belakang ngomong,
"Waduh kok Mbah iku, suwi iki!" Ojo-ojo Gus! Pindah-pindah!" (Waduh, kok Mbah itu, lama ini. Jangan Gus! Pindah-pindah!) Saya sampai sekarang tidak pernah mengimami sholat Tarawih. Masalahnya saya tidak siap tanggung jawab. Jadi makmum saja. Menurut saya, kalau Tarawih terlalu lama juga keberatan. Tapi, mudah-mudahan diterima Allah. Saya ingin melatih kalian berpikir logika Nabi. Harus latihan. Di dunia ini cuma mampir minum. Kita semua sebentar lagi meninggal. Soalnya umur rata-rata itu 60-70 tahun. Setelah itu meninggal.
Ketika kita meninggal, yang kita kenang di dunia hanya sujud, karena itu perintahnya Allah, wasjud waqtarib. Kita ini di dunia, disuruh sujud. Bukan disuruh untuk kaya, punya jabatan, tapi disuruh sujud. Meskipun kamu tidak apa-apa jika punya jabatan dan uang, tapi perintah Allah itu untuk bersujud. Dan kita sujud! Itulah cara logika Nabi! Nabi itu kalau sholat itu nyaman sekali. Saking nyamannya, kalau baca sampai 200 ayat. "Berani kalian makmum sama Nabi?" Ada sahabat yang coba menghitung lamanya sholat Nabi. Nabi itu sholat sedang takbir, ia berkata, "Aku pernah mencoba hitung, aku tinggal pulang, menyembelih kambing, aku kuliti, masak lalu makan. Lalu saat kembali lagi, Nabi masih di rakaat pertama."
Editor : Edi Purwanto
Artikel Terkait