BLITAR, iNewsBlitar - Perang Rusia Vs Ukraina telah banyak memakan korban, khususnya dari kalangan warga sipil.
Akibat invasi Rusia banyak bangunan permukiman warga serta fasilitas umum yang luluh lantak, terutama di Negara Ukraina.
Perang Rusia Vs Ukraina seharusnya tidak terjadi mengingat kedua negara pernah menjadi satu dalam wadah Uni Soviet.
Bahkan bangsa Rusia dan Ukraina sebenarnya masih satu rumpun di mana secara ras mereka adalah bersaudara.
Apa yang terjadi antara Rusia dengan Ukraina pernah terjadi di Nusantara di saat Raja Airlangga (1009-1042) meletakkan mahkota Kerajaan Kahuripan atau Medang.
Penolakan Sanggramawijaya Tunggadewi atau Dewi Kilisuci melanjutkan tahta memaksa Airlangga membelah Kerajaan Kahuripan menjadi dua. Yakni Kerajaan Jenggala dan Panjalu atau Daha atau Kediri.
Namun apa yang terjadi? Pembagian kekuasaan (1042) justru menimbulkan perang saudara. Raja Jenggala dan Raja Panjalu yang sama-sama putra Raja Airlangga saling bertempur demi berebut kuasa.
Berikut persamaan konflik Negara Rusia-Ukraina dengan perang Kerajaan Jenggala-Panjalu atau Kediri.
1.Sama-sama Perang Saudara
Dosen Program Studi Sastra Rusia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Supian, M.A., PhD menyebut, konflik Rusia-Ukraina adalah konflik antar saudara kandung.
Pasalnya, Rusia dan Ukraina adalah dua negara yang berasal satu rumpun budaya yang sama, yaitu Slavia Timur.
“Ini sangat disayangkan terjadi konflik kakak-adik. Hal ini bisa diredamkan dengan budayanya sendiri,” ungkap Supian sebagaimana dilansir dari Kanal Media Unpad, Minggu (27/2/2022).
Begitu juga dengan konflik antara Raja Panjalu atau Daha atau Kediri Sri Samarawijaya dengan Raja Jenggala Mapanji Garasakan. Kedua raja tersebut juga bersaudara.
Keduanya bernafsu menguasai satu sama lain. Prasasti Turunhyang B yang dikeluarkan Raja Jenggala Mapanji Garasakan pada 1044 (966 saka), menceritakan perang saudara tersebut.
2.Sama-sama Pernah Satu Wilayah Kekuasaan
Sebelum berkonflik, Rusia dan Ukraina pernah menjadi satu di dalam Uni Soviet. Karena masih serumpun, karakter masyarakat dan bahasa Rusia-Ukraina tidak jauh berbeda.
Dosen Program Studi Sastra Rusia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran Supian mengatakan, dari pengalamannya ia menemukan banyak warga negara Ukraina yang sehari-hari sekolah ataupun bekerja di Rusia.
Dua di antaranya berasal dari Provinsi Donestk dan Luhansk, wilayah di Ukraina yang akhirnya diakui kedaulatannya oleh Rusia. Setiap akhir pekan, mereka mudik ke Ukraina.
Pada saat Perang Dunia Kedua atau PD 2, bangsa Rusia dan Ukraina juga pernah saling bahu membahu melawan invasi Adolf Hitler dengan pasukan Nazi Jermannya.
Rusia dan Ukraina berdiri masing-masing sebagai negara setelah Uni Soviet dinyatakan bubar.
Hal yang sama dialami Kerajaan Jenggala dan Kerajaan Panjalu. Sebelum Raja Airlangga menitahkan Mpu Bharada untuk membelah wilayah, semuanya berada dalam satu kerajaan yang bernama Kahuripan atau Medang.
Setelah terbelah menjadi dua kerajaan (Jenggala dan Panjalu atau Kediri), perang saudara pun berkecamuk.
3. Sama-sama Mengorbankan Warga Sipil
Perang antara Rusia Vs Ukraina telah menelan banyak korban, terutama warga sipil.
Kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR ) mencatat, sejak 26 Februari 2022, sebanyak 240 warga sipil telah menjadi korban perang Rusia –Ukraina.
Perang Rusia-Ukraina juga telah menewaskan 64 orang, 160.000 orang mengungsi, dan lebih dari 116.000 orang terpaksa melarikan diri ke negara-negara tetangga.
Perang yang terjadi dipicu ego kehendak berkuasa dari pemimpin kedua negara. Mereka telah melupakan moto atau slogan yang pernah dipegang teguh para diplomat Rusia-Ukraina, bahwa : “Lebih Baik 10 tahun berunding dari pada 1 hari berperang”.
Begitu juga perang antara Kerajaan Jenggala dengan Kerajaan Panjalu atau Kediri. R.Moh. Ali. S.S dalam “Perjuangan Feodal Indonesia” menyebut, perang saudara antara Kerajaan Jenggala dengan Kerajaan Kediri sebetulnya bukan perang saudara, hanya perang raja dengan raja.
Namun para raja telah menyeret rakyat masing-masing untuk terlibat dan itu harus dibayar dengan pertumpahan darah.
“Rakyat harus mengikuti segala kehendaknya (Raja), dengan taat dan patuh karena memang itulah kewajiban rakyat di dunia ini”.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait