JAKARTA, iNewsBlitarSemakin mahalnya harga LPG membuat pemerintah menciptakan alternatif lain yang harganya lebih terjangkau. Menurut Presiden Joko Widodo (Jokowi), pemerintah menggelontorkan subsidi LPG berkisar Rp 60-70 triliun per tahun. Jika nantinya energi alternatif tersebut bisa digunakan, uang subsidi jumbo, tentu bisa dialihkan untuk kebutuhan lain.
Jokowi meresmikan peletakan batu pertama proyek hilirisasi batu bara ke Dimetil Eter (DME) di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan, Senin (24/1/2022).
DME yang dihasilkan dari proyek ini akan digunakan sebagai pengganti LPG untuk kebutuhan sehari-hari. Namun ketika harga LPG saat kini sudah meroket. Lantas, apakah harga DME bisa lebih murah dari LPG?
"Biaya DME meliputi harga batu bara, biaya pemrosesan atau pengolahan DME dan biaya distribusi yaitu USD 617 per ton DME," jelas Dirjen EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana kepada MNC Portal Indonesia, Rabu (26/1/2022).
Menurut Dadan, nantinya harga tersebut akan setara dengan harga patokan LPG di kisaran USD802 per ton LPG. Harga ini masih lebih rendah dari rata-rata harga patokan LPG selama 10 tahun terakhir.
"DME masih bisa bersaing bila dibandingkan dengan rata-rata Harga Patokan LPG 10 tahun terakhir USD808 per ton," kata Dadan.
Adapun, harga batu bara untuk DME ini juga sudah tetap (fixed) sehingga tidak terpengaruh oleh gejolak pasar. Lalu, komoditasnya akan disuplai langsung oleh PT Bukit Asam.
Sebelumnya, Presiden Jokowi telah melakukan groundbreaking proyek hilirisasi batu bara menjadi DME di Muara Enim, Sumatera Selatan. Dimana Jokowi meminta pembangunan ini kelar dalam 30 bulan.
Sementara itu substitusi LPG ke DME diproyeksikan akan kurang subsidi sebesar Rp60 sampai dengan Rp70 triliun di APBN. Di mana proyek hilirisasi ini akan diperluas ke tempat lain karena deposit batu bara yang berlimpah, seperti diklaim oleh Kementerian BUMN.
Editor : Robby Ridwan
Artikel Terkait