Kisah Kematian Arya Penangsang Ditikam Sutawijaya gegara Birahi Gagak Rimang

Arif
Arya Penangsang tewas dalam pertempuran setelah gagak rimang, kuda tunggangannya tak terkendali karena birahi. (foto/ilustrasi)

BLORA,iNewsBlitarArya Penangsang, cicit Raden Patah, pendiri sekaligus raja pertama kesultanan Demak tewas dengan cara yang mengerikan. Penangsang tewas setelah dipecundangi oleh Danang Sutawijaya yang kelak menjadi Raja Mataram Islam dengan gelar Panembahan Senopati.

Sebelum terbunuh dengan usus terburai dalam pertempuran melawan utusan Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, Arya Penangsang bertubi-tubi terjebak dalam amarahnya sendiri.  

Adipati Jipang Panolan (sekarang Cepu Blora) Arya Penangsang merupakan cucu Sultan Trenggono, Raja Demak Bintoro (1504-1546) yang sepanjang hayatnya bertikai dengan Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang.

Arya Penangsang adalah putra Pangeran Seda Lepen, yakni putra kedua Sultan Trenggono yang terbunuh di pinggir sungai Cemara pada usia muda. Jaka Tingkir dicurigai terlibat dalam peristiwa itu.

Sebagai keturunan langsung penguasa Demak, Arya Penangsang tidak terima tahta Demak beralih ke Pajang. Hal itu mengingat status Hadiwijaya hanyalah menantu Trenggono.

Sikap membangkang Arya Penangsang membuat Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir terus memutar akal untuk menyingkirkannya. Hadiwijaya mengumpulkan seluruh adipati, senapati dan bupati.

Di depan para adipati, Sultan Hadiwijaya menyatakan menggelar sayembara, yakni barang siapa yang sanggup mengalahkan Arya Penangsang akan diberi hadiah tanah Mataram dan Pati.  

“Pada saat itu ada dua tamtama, yakni Ki Penjawi dan Ki Pemanahan (Ki Ageng Pemanahan) yang sanggup dengan meminta syarat agar Ngabehi Loring Pasar (Danang Sutawijaya) diminta untuk ikut,” demikian yang dikutip dari buku Seks Para Pangeran, Tradisi dan Ritualisasi Hedonisme Penikmatan Hidup Jawa (2015).

Arya Penangsang yang memiliki watak agresif sekaligus mudah panas, di sisi lain juga berhasrat besar untuk menghabisi Hadiwijaya. Karena Hadiwijaya terkenal dengan kesaktiannya, muslihat pun diciptakan, yakni dengan mengundang hadir ke Kadipaten Jipang Panolan.

Sebuah kursi yang telah dipasang rajah pangapesan disiapkan untuk Hadiwijaya. Siapapun yang menduduki kursi itu, kesaktiannya akan rontok. Namun secara cerdik, Hadiwijaya mampu membuat kursi dengan rajah kesialan itu justru diduduki Arya Penangsang sendiri.

“Maka rajah yang dipasang justru senjata makan tuan”.  Saat duduk berhadap-hadapan Arya Penangsang menyatakan meminjam keris Hadiwijaya dan oleh Hadiwijaya diulurkan.

Oleh Arya Penangsang keris langsung dihunus. “Apa ini sakti Kakanda?,” tanya Penangsang. Hadiwijaya yang duduk berhadap-hadapan menjawab dengan tenang.

“O keris saya ada dua, ini keris Kiai Carubuk, sakti sekali,” jawab Hadiwijaya sembari menghunus keris yang dibicarakan. Sunan Kudus yang melihat pemandangan itu, langsung bergegas keluar.

Sunan Kudus merupakan guru Arya Penangsang. Ia memberi isyarat dengan berkata agar keris segera disarungkan saja. Yang jelek dibuang dan yang baik disimpan.

Dalam sejumlah sumber menyebut, isyarat menyarungkan adalah meminta Arya Penangsang segera menikamkan keris ke dada Sultan Pajang. Dalam logika perang, keris yang sudah dihunus harus segera disarungkan.

Dan yang dimaksud menyarungkan adalah menusuk dada lawan, bukan memasukkan ke dalam warangka. Arya Penangsang tidak menangkap isyarat itu. Keris disarungkan ke warangkanya.

Pertemuan dua orang yang saling bermusuhan itu tak menghasilkan apapun. Sekembali Sultan Hadiwijaya ke Pajang, konflik semakin memanas. Dipimpin Ki Ageng Pemanahan, Ki Penjawi dan Danang Sutawijaya, pasukan Pajang menyerbu Kadipaten Jipang.

Penyerbuan sengaja dilakukan pada musim birahi kuda. Orang-orang Pajang tahu Arya Penangsang selalu menunggang kuda jantan warna putih bernama gagak rimang.  

Sutawijaya yang disiapkan menghadapi Penangsang sengaja menunggang kuda betina. Tujuannya agar gagak rimang gelisah, mengejar kuda betina tunggangan Sutawijaya, sehingga tak terkendali.

“Dengan demikian Arya Penangsang tidak fokus dalam peperangan karena disibukkan oleh kuda jantan yang ditungganginya, yang sedang dalam puncak-puncak birahi”.

Muslihat orang-orang Pajang membuahkan hasil. Gagak rimang berlari tidak terkendali, mengejar kuda tunggangan Danang Sutawijaya. Pada saat itu lah tombak Kiai Plered di tangan Sutawijaya melesat mengenai lambung Penangsang.

Usus Arya Penangsang terburai. Usus yang kemudian disampirkan antara gagang dan pesi keris itu putus saat Arya Penangsang menghunus keris pusaka kiai Setan Kober. Arya Penangsang gugur seketika.

Sejarah pun mencatat, Adipati Jipang Panolan Arya Penangsang tewas di medan perang oleh keris pusakanya sendiri. Untuk menghormati kegagahan Penangsang, dalam upacara tertentu orang Jawa menghiasi keris dengan untaian bunga melati sebagai lambang usus Arya Penangsang.  

Editor : Solichan Arif

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network