BLITAR, iNewsBlitar - Mohammad Natsir merupakan salah satu pemimpin Indonesia yang terkenal sederhana. Kesederhanaan Natsir terlihat dari penampilannya yang selalu bersahaja.
Begitu juga dengan kehidupan pribadi serta keluarganya. Jauh dari kemewahan, meski saat itu Natsir menjabat menteri penerangan dan kemudian memangku jabatan sebagai perdana menteri Indonesia.
Natsir tidak pernah merasa risih atau minder meski busana yang dikenakan jauh dari kesan layak untuk seorang pejabat tinggi negara. Ia tetap tenang dan percaya diri meski hanya mengendarai sepeda pancal.
“Ketika ia menjadi menteri penerangan, ia ke kantor dengan menaiki sepeda dan memakai baju dengan tambalan karena tuanya umur baju itu hingga sobek disebabkan benang,” demikian dikutip dari buku Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir (2001).
Natsir lahir pada 17 Juli 1908 di Sumatera Barat. Selain dikenal sebagai ulama, Moh Natsir juga seorang politikus sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia. Ia pendiri sekaligus tokoh Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
Sejak muda Natsir banyak bergaul dengan tokoh Islam Haji Agus Salim. Pada awal kemerdekaan Indonesia, Mohammad Natsir menjadi salah satu anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
Kesederhanaan Natsir sebagai Menteri Penerangan seringkali membuat para staf departemen penerangan pemerintahan Soekarno merasa tidak enak hati. Mereka melihat kemeja itu-itu saja yang dipakai Natsir.
Sebuah pakaian yang dinilai tidak layak bagi seorang pejabat tinggi negara. Terutama saat Natsir menerima tamu asing dan sebagai perwakilan pemerintah memberikan keterangan di depan para jurnalis.
Para staf kerap memutar akal bagaimana membelikan kemeja yang lebih pantas, namun tidak berhasil. “Selama terlibat dalam dunia politik, Natsir memang tak pernah terfikir untuk memperkaya diri, apalagi dengan menyalahgunakan kekuasaan yang memang ada di tangannya”.
Sebagai Perdana Menteri, Mohammad Natsir memang mendapat fasilitas dari negara. Ia diberi mobil dinas dengan seorang sopir, namun pada saat kabinetnya jatuh, semua fasilitas itu seketika ia kembalikan ke negara.
Natsir kembali mengayuh sepeda tanpa perasaan rendah diri. Begitu juga di masa tuanya. Natsir menempati sebuah rumah sederhana di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Lokasi rumah memang merupakan kawasan elit.
Namun perabot yang dimiliki jauh dari mewah. Baju yang dikenakan Natsir juga tetap usang di mana pada beberapa bagian tampak noda tumpahan tinta. Satu-satunya kendaraan di luar sepeda pancal adalah sebuah mobil sedan butut.
Mobil sedan yang kerap bolak-balik masuk bengkel. Kesederhanaan itu yang membuat Raja Feisal dari Arab Saudi kaget. Ia tidak menyangka rumah dengan kehidupan yang sederhana itu dihuni oleh mantan perdana menteri sekaligus pemimpin dunia Islam yang disegani.
Hal itu mendorong niat Raja Feisal menghadiahi sebuah mobil mewah yang dinilai pantas sebagai kendaraan Moh Natsir. Apa reaksi Natsir? Ia hanya mengucapkan terima kasih, dan berkata tidak perlu repot-repot memikirkan mobil yang pantas buat dirinya pribadi.
“Bantulah umat Islam yang serba kekurangan,” kata Natsir. Kesederhanaan tidak pernah memudarkan pesona dan wibawa Moh Natsir. Ia tetap menjadi tokoh pejuang Indonesia yang disegani, termasuk oleh Soekarno.
Moh Natsir tutup usia pada 6 Februari 1993 dengan meninggalkan seorang istri dan enam orang anak. Pada 10 November 2008 Pemerintah Indonesia menganugerahi Moh Natsir dengan gelar Pahlawan Nasional.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait