JAKARTA, iNewsBlitar – Pelaku zina pada masa kekuasaan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) Belanda di Hindia Belanda (Indonesia) dijatuhi hukuman yang kejam.
Zina dianggap sebagai pelanggaran moral yang serius. Bahkan pelaku zina seringkali disiksa sampai meregang nyawa. Bagi kolonial Belanda pelanggaran seks atau zina adalah perbuatan tabu yang tak terampuni.
Salah satu pelaku zina yang sempat menghebohkan publik Batavia (sekarang Jakarta) pada tahun 1639 adalah Catrina Casembroot.
Perbuatan serong Catrina dilakukan pada saat suaminya masih hidup maupun sudah meninggal dunia. Hasratnya memang liar. Diam-diam ia menjalin hubungan terlarang dengan banyak lelaki yang dimauinya.
“Catrina juga dituduh menggunakan sihir, jampi-jampi, serta ramuan minuman untuk memaksa laki-laki memenuhi hasrat seksualnya,” demikian dikutip dari buku Bukan Tabu di Nusantara (2018).
Catrina merupakan istri Nicolaes Casembroot. Di Batavia, Casembroot dikenal sebagai pedagang mardijker (budak yang dibebaskan). Di belakang suaminya, diam-diam ia mencari kepuasan ranjang dari sejumlah laki-laki lain.
Catrina diceritakan sebagai sosok perempuan memesona, namun berwatak kejam. Ia tidak segan menghabisi orang lain yang dianggap menghalangi maunya.
Seorang tukang cukur di Batavia bernama Jan Scholten ditemukan meregang nyawa. Jan mati setelah diracun Catrina melalui orang suruhannya. Begitu juga dengan Grietgen Bartholomeus.
Gritgen merupakan istri Andries Cramers, seorang kurir dewan legislatif kota. Perempuan itu sempat diracun Catrina melalui makanan, namun untungnya masih bisa diselamatkan.
Catrina menginginkan Andries untuk memenuhi hasrat seksualnya. Dan ia pun tidak berkutik menghadapi tuduhan itu.
Di persidangan, Lucia de Coenja, perempuan India, istri Anthonij de Coenja, yakni seorang mardijker di Batavia telah memberikan kesaksian yang memberatkan.
“Aku telah diperintahkan oleh Catrina untuk meracuni Grietgen dengan memasukkan racun dalam sayur. Catrina menginginkan suami Grietgen, Andries. Supaya Andries jatuh cinta Catrina mengiriminya air yang telah diberi mantra pengasihan,” kata Lucia.
Dalam kasus itu, selain perzinahan Catrina juga dituduh melakukan pencurian dengan memanfaatkan anak-anak perempuan para budaknya. Dengan bukti-bukti kuat di persidangan, yakni terutama yang dikemukakan Dewan Legislatif, hukuman buat pezina dijatuhkan.
Catrina dihukum berat sebagaimana hukuman para pezina lainnya. Kepala seorang yang terbukti berzina dibenamkan ke dalam tong berisi air, diikat pada tiang dan lantas dicekik sampai mati.
Pada bagian wajah mereka diberi cap di mana semua harta kekayaan yang dimiliki juga disita. Hanya saja, aparat penegak hukum masa VOC Belanda tidak pernah mengungkap alasan perzinahan yang terjadi saat itu.
Apakah murni karena kebutuhan seks yang tidak pernah terpuaskan oleh pasangan atau terdapat alasan lainnya.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait