Kisah Cicit Orang Terkaya di Dunia yang Hilang di Pedalaman Papua, Jasadnya Hingga Kini Tak Ketemu

Zen Teguh
Michael Clark Rockefeller, generasi keempat keluarga Rockefeller yang hilang misterius saat ekspedisi meneliti suku Asmat, Papua. (Foto : Twitter)

JAKARTA, iNewsBlitar.id - Namanya Michael Clark Rockefeller. Ketika itu dia baru berusia 23 tahun dan penuh dengan semangat menelusuri dunia baru. 

Salah satu ekspedisinya yakni meneliti suku Asmat di pedalaman Papua. Pada 17 November 1961, Rockefeller muda hilang. Peristiwa ini sontak mengguncang dunia hingga dilakukan pencarian besar-besaran. Namun hingga detik ini, jasadnya tak pernah ditemukan.

Michael Rockefeller bukan pemuda sembarangan. Ayahnya, politikus Partai Republik, terpilih sebagai Gubernur New York pada 1959. Setelahnya itu sang ayah menjadi Wakil Presiden Amerika Serikat mendampingi Gerald Ford (1974-1977).

Michael generasi keempat dari keluarga Rockefeller yang merupakan salah satu orang terkaya di dunia. Kakek buyutnya, John D Rockefeller, merupakan taipan minyak yang juga salah satu pendiri Standard Oil. 

Peristiwa hilang misteriusnya Michael di Papua bermula saat ekspedisinya bersama antropolog Belanda, Rene Wassing. Mereka menggunakan sampan mengarungi pantai di Papua. Tujuan mereka, mempelajari suku Asmat yang sebelumnya diungkap sineas Prancis Pierre Dominique Gaieseau dalam film berjudul Sky Above and Mud Beneath.

Michael Rockefeller lahir pada 18 Mei 1938. Dia bersekolah di The Buckley School, New York, kemudian Akademi Phillips Exeter di New Hampshire. Pendidikan tinggi dijalani di kampus terpandang, Unversitas Harvard dan lulus dengan predikat cumlaude.

Saat kuliah itulah dia tergabung dalam ekspedisi Museum Arkeologi dan Etnologi Peabody Harvard untuk mempelajari antropologi Suku Dani di Lembah Baliem, Papua.

"Dia berusia 23 tahun, putra istimewa Gubernur New York Nelson Rockefeller, tujuh bulan dalam petualangan seumur hidup yang telah mengubahnya dari siswa rapi menjadi fotografer dan kolektor seni berewok," kata Carl Hoffman dalam artikel berjudul What Really Happened to Michael Rockefeller yang diterbitkan Smithsonian dikutip Sabtu (16/7/2022).

Carl Hoffman secara khusus datang ke pedalaman Papua untuk menelisik jejak perjalanan Michael dan hilangnya secara misterius. Berbagai bukti dikumpulkan, termasuk wawancara dengan penduduk di sekitar lokasi kejadian.

Pada 2014, dia meluncurkan buku Savage Harvest: A Tale of Cannibals, Colonialism, and Michael Rockefeller's Tragic Quest for Primitive Art yang membahas detail peristiwa ini.

Kedatangan Michael Clark Rockefeller ke Papua pada November 1961 itu sejatinya bukan yang pertama. Pada Maret 1961, dia mengikuti ekspedisi di Lembah Baliem.

Michael Rockefeller( foto Smithsonian/Getty Image)

Ketika inilah dia mendengar cerita tentang Suku Asmat yang terkenal dengan seni ukir. Clark kembali ke New York pada Juli 1961 setelah ekpedisi Harvard Peabody itu dianggap selesai.

Namun, menurut akademisi Universitas Negeri Papua Dr Mulyadi Djaya dalam tulisannya tentang misteri Rockefeller yang dimuat di salah satu media nasional, Clark hanya sekitar sebulan saja bertemu keluarganya.

Pada akhir September 1961, dia kembali ke Papua untuk menuntaskan keinginannya menggali lebih dalam tentang Suku Asmat.

Petaka terjadi kala Clark Rockefeller mengarungi lepas pantai Papua dengan sebuah kano bersama Renne Wassing dan beberapa penduduk lokal. Diduga kuat perahu kayu kecil itu terombang-ambing dihantam ombak sehingga terbalik.

"Kano yang ditumpangi terbalik dan tenggelam sehingga mereka terapung di lautan. Namun Michael tak sabar menunggu bantuan. Dia berenang menuju pantai dan meninggalkan rombongannya. Saat Rene berhasil diselamatkan, Michael tak pernah ditemukan," tulis buku Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus.

 

Michael Clark Rockefeller, generasi keempat keluarga Rockefeller yang hilang misterius saat ekspedisi meneliti suku Asmat, Papua. (Foto : Twitter)

Sekadar diketahui, Rene baru berhasil diselamatkan keesokan harinya. Hilangnya Michael Clark Rockefeller kontan menghebohkan dunia. Terlebih di AS, hampir seluruh media mengulasnya. Upaya pencarian besar-besaran dilakukan, termasuk melibatkan pasukan terlatih US Army.

Misi menyelamatkan Clark itu juga mengerahkan helikopter, pesawat, kapal dan ribuan penduduk lokal. Hasilnya? Dia tak pernah ditemukan. Di mana Clark? Berbagai teori mengemuka.

Dia diduga kuat meninggal karena kelelahan berenang dari laut ke tepi pantai. Namun ada dugaan pula dia dimangsa binatang, entah hiu, buaya atau lainnya saat mencoba mencari pertolongan. Namun di luar itu, teori yang ramai menyeruak adalah dia diduga kuat tewas dibunuh penduduk setempat dan jasadnya dimakan.

Dengan kata lain, ahli waris raksasa industri minyak itu menjadi korban kanibalisme. Teori ini mengemuka lantaran Otsjanep, wilayah terdekat yang mungkin dapat dicapai Rockefeller ketika mencari pertolongan saat itu masih mempraktikkan kanibalisme.

Carl Hoffman yang menyelidiki hilangnya Clark mengumpulkan kepingan puzzle fakta. Salah satunya memeriksa halaman demi dan halaman laporan, kabel dan surat tentang kasus ini, yang dikirim oleh pemerintah Belanda,misionaris berbahasa Asmat di lapangan, dan otoritas Gereja Katolik, yang sebagian besar tidak pernah dipublikasikan.

"Orang-orang yang telah menjadi peserta kunci dalam penyelidikan itu tetap diam selama 50 tahun, tetapi mereka masih hidup dan akhirnya mau berbicara," ucapnya.

Dari hasil investigasi panjang di Papua itu, Hoffman mendengar beberapa cerita tentang orang-orang Otsjanep yang membunuh Rockefeller setelah dia berenang ke pantai. Apa pun, hingga saat ini tubuh pemuda cerdas itu tak pernah ditemukan. Berdasarkan hukum Amerika, dia dinyatakan meninggal dunia pada 1964.iNewsBlitar

Editor : Edi Purwanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network