get app
inews
Aa Read Next : Kisah Tragis Bhre Pamotan, Raja Majapahit yang Tewas Tenggelam

Cerita Orang Tua Syekh Siti Jenar yang Lari dari Malaka

Jum'at, 21 Januari 2022 | 11:18 WIB
header img
foto ilustrasi Syekh Siti Jenar

BLITAR, iNews.id- Syekh Siti Jenar merupakan seorang sosok penyebar agama Islam yang penuh misteri. Kisah Syekh Siti Jenar memiliki banyak versi yang berkelindan di antara ruang nyata dan fiksi.

 

Sartono Hadisuwarno dalam bukunya berjudul “Biografi Lengkap Syekh Siti Jenar” (Diva Press, 2018) menuturkan secara lengkap nasab (silsilah) Syekh Siti Jenar serta aktivitas dakwah ayahnya.

 

“Ayah Syekh Siti Jenar adalah Syekh Datuk Shaleh. Sang ayah pada awalnya tinggal di Malaka, “  tulis Sartono.  Dijelaskan bahwa saat terjadi kisruh politik di daerah itu, mereka hijrah ke Cirebon.

 

“Kala itu, Syekh Siti Jenar masih dalam kandungan”. Di Cirebon sang ayah mengajar di pesantren, dan di antara santrinya adalah putra dan putri Raja Padjajaran, Prabu Siliwangi.

 

Putra dan putri berdarah biru itu adalah Pangeran Walangsungsang atau Ki Samadullah dan Dewi Rara Santang. Sartono juga menyinggung periode ayah Syekh Siti Jenar dari Kamboja menuju Malaka (sekarang Malaysia) karena mengikuti aktivitas dakwah ayahnya, Syekh Isa Alawi.

 

Pada mulanya kakek Syekh Siti Jenar tinggal di Kamboja. Pada masa itu, Malaka merupakan daerah yang aman dan jauh dari konflik. Sehingga agama Islam bisa menyebar tanpa hambatan.

 

Malaka, kata Sartono, merupakan daerah kekuasaan Kesultanan Malaka, yakni sebuah kerajaan Melayu yang didirikan oleh Parameswara jauh sebelum Kesultanan Malaka mendapatkan legitimasi atau pengakuan wilayah kedaulatan dari Kaisar Tiongkok pada tahun 1405.

 

Dahulu, Malaka merupakan daerah yang aman karena mendapat perlindungan Kaisar Tiongkok dari serangan Kerajaan Ayyutthaya dan Majapahit. Keamanan rakyat dan para pendatang yang bertempat tinggal memperoleh jaminan Kesultanan Malaka.

 

Tak terkecuali Syekh Datuk Shaleh beserta sang istri. Mereka bahkan mendapat perlindungan yang “lebih”, karena telah dikenal oleh pihak Kesultanan Malaka sebagai ulama penyebar agama Islam di Malaka.

 

Keamanan Malaka yang terjamin oleh Kesultanan Malaka ternyata tidak bertahan cukup lama. Hal ini terbukti ketika terjadi kemelut pemindahan kekuasaan di dalam Kesultanan Malaka pada akhir tahun 1424 M, atau pada masa transisi kekuasaan Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah.

 

Maka, saat itu pula, Syekh Datuk Shaleh beserta sang istri memutuskan untuk hijrah ke Cirebon karena merasa sudah tidak aman lagi bertempat tinggal di Malaka.

 

Setelah menyeberangi samudera  selama beberapa minggu, Syekh Datuk Shaleh beserta sang istri akhirnya di Cirebon pada awal tahun 1425 M. Ketika itu Syekh Siti Jenar masih berada di dalam kandungan ibunya yang berusia tiga bulan.

 

Di Cirebon inilah, Syekh Datuk Shaleh beserta sang istri memulai hidup baru. Mereka berdagang sembari menyebarkan agama Islam kepada masyarakat Cirebon yang saat itu mayoritas mereka masih beragama Hindu dan Budha.

 

Mengutip sebuah literatur tanpa disebut sumber dan penulisnya, Sartono bercerita, ketika Syekh Datuk Shaleh datang (pindah) ke Cirebon, ia disambut saudaranya yang sudah lama tinggal di Cirebon, yakni Syekh Datuk Kahfi, putra Syekh Datuk Ahmad.

 

Sesampainya di Cirebon, Syekh Datuk Shaleh beserta sang istri tinggal di pesantren Giri Amparan Jati. Pesantren ini didirikan oleh Syekh Datuk Kahfi.

 

Menurut Sartono, selama bertempat tinggal di pesantren Giri Amparan Jati itulah, Syekh Datuk Shaleh banyak mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada para santri yang berasal dari daerah Cirebon dan sekitarnya, termasuk putra dan putri Prabu Siliwangi. iNewsblitar

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut