BLITAR, iNewsBlitar - Romy Soekarno, cucu Proklamator RI Soekarno atau Bung Karno mengeluhkan soal ajaran Soekarno yang ternyata belum sepenuhnya membumi di masyarakat Blitar Raya.
Ditemui di sebuah kedai kopi (kafe) Kolonial di tengah Kota Blitar Rabu malam (23/8/2023). Romy yang tengah melakukan aktifitas blusukan jelang pemilu 2024, yakni turun ke akar rumput (grassroot), mengaku kaget.
Ia menjumpai fenomena banyak warga Blitar yang ternyata tidak mengerti apa itu ajaran marhaenisme. Banyak warga yang tidak tahu apa itu Di Bawah Bendera Revolusi (DBR), meski hanya sekedar mendengar.
“Dan ironisnya itu (tidak tahu Marhaenisme) terjadi di tempat yang berjarak hanya 100 meter dari pintu makam Bung Karno,” tutur Romy Soekarno Rabu malam (23/8/2023).
Hendra Rahtomo atau lebih dikenal dengan nama Romy Soekarno merupakan putra Rachmawati Soekarnoputri, putri ketiga Bung Karno dari pernikahan dengan Fatmawati.
Romy berlatar belakang sebagai pengusaha sukses dan sekaligus politisi PDI Perjuangan. Sebelumnya, mantan suami model ternama Donna Harun itu sempat berkecimpung di dunia hiburan dengan panggilan DJ Romy.
Di PDIP Romy menjabat sebagai Dewan Penasihat Komunitas Banteng Muda, Ketua Dewan Pembina Yayasan Pendidikan Soekarno dan Dewan Pembina Yayasan Fatmawati.
Pada pemilu 2024 ini, Romy Soekarno maju sebagai calon anggota DPR RI dari daerah pemilihan VI Jawa Timur (Blitar, Kediri dan Tulungagung). Informasinya Romy menggantikan Guruh Soekarnoputra yang pada pemilu 2019 lalu memperoleh 131.986 suara.
Romy mengatakan, dirinya hingga saat ini terus melakukan turba ke kantong-kantong suara wilayah pemilihan. Terutama di wilayah Blitar yang menjadi fokus pertamanya, ia banyak bertemu dengan masyarakat akar rumput.
Ia cerita, di tengah aktifitas blusukan di Kota Blitar itu, dirinya melihat seorang perempuan yang sedang melakukan aktifitas ekonomi berjualan kopi tidak jauh dari makam Soekarno.
Cucu Bung Karno itu menyapa sekaligus bercakap-cakap dengan si pedagang. Ia bertanya soal kepemilikan alat produksi, yakni perkakas kopi yang merupakan milik sendiri.
“Yang bersangkutan telah menerapkan politik ekonomi berdikari sebagaimana ajaran Bung Karno tentang marhaenisme,” tuturnya. Namun Romy sontak kaget ketika bertanya soal marhaeinisme kepada si pedagang kopi.
Yang bersangkutan mengaku tidak tahu apa itu marhaenisme. Bahkan terminologi politik itu, menurutnya baru didengar. Ketidaktahuan warga soal ajaran marhaeinisme Bung Karno juga dijumpai di sejumlah tempat lain wilayah Blitar.
Begitu juga yang dijumpai di kafe Kolonial Rabu malam itu (23/8/2023). Romy yang datang bersama Hendi Budi Yuantoro, anggota DPRD Kabupaten Blitar PDIP, menemui fenomena serupa.
Sejumlah pemuda komunitas kopi Blitar Raya ketika ditanya Romy mengaku tidak tahu apa itu DBR (Di Bawah Bendera Revolusi), yakni kumpulan pemikiran Soekarno yang dituangkan dalam dua jilid buku tebal.
“Artinya ajaran Bung Karno selama ini, khususnya di Blitar belum membumi,” kata Romy. Lebih jauh Romy mengatakan, glorifikasi terhadap Bung Karno yang berlangsung selama ini bisa dikatakan masih sebatas simbol.
Sementara nilai-nilai ajarannya dilupakan dan bahkan banyak yang tidak mengerti. Hal ini kontradiktif dengan pesan kepada pengikut Bung Karno untuk mewarisi api (ajarannya) dan bukan abu Soekarno.
Ironisnya, fenomena ketidaktahuan ajaran marhaenisme itu terjadi di wilayah Blitar Raya yang kerap digembar gemborkan sebagai dapur nasionalisme atau bumi proklamator.
“Dan ini menjadi PR saya ke depan untuk merivitalisasi, lebih membumikan lagi ajaran Bung Karno, khususnya di Blitar,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Hendi Budi Yuantoro anggota DPRD Kabupaten Blitar, yang mengatakan ajaran Bung Karno memang harus lebih dibumikan lagi. Ia berharap perayaan Soekarno pada setiap hari lahir Pancasila dan haul hanya sebagai simbol. “Dan itu menjadi tugas kita semua,” tambahnya.
Editor : Solichan Arif