BLITAR, iNewsBlitar - Hoaks atau kabar bohong ternyata sudah ada sejak Pemilihan Umum 1955. Pemilu 1955 merupakan pemilu langsung pertama di Indonesia di mana PNI, NU, Partai Masyumi dan PKI menjadi lima partai politik yang meraup suara terbesar.
Beberapa hari jelang pemungutan suara 29 September 1955, beredar isu yang mencekam masyarakat, yakni terutama di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Semua isu yang menggelisahkan rakyat itu terkait dengan pemilu.
“Di beberapa tempat desas-desus yang berkembang tidak jelas. Di tempat-tempat lain kisah yang beredar lebih rinci,” demikian dikutip dari buku Pemilihan Umum 1955 di Indonesia (1999).
Salah satu isu hoaks yang lebih rinci itu adalah adanya kabar pendaratan kapal selam, yang itu tidak terjelaskan maksud dan tujuannya. Kemudian juga kabar datangnya orang-orang kulit putih.
Mereka diisukan turun dari gunung-gunung dan itu membuat rakyat tercekam. Sebab orang-orang putih itu seolah hendak melakukan penyerangan. “Dan mengenai (isu) serangan dari bala tentara siluman berpakaian kuning”.
Isu hoaks jelang pemilu 1955 itu berhembus kencang. Beriring dengan itu, di sejumlah daerah di Jawa muncul kabar adanya para penjaja jimat untuk pemilu. Mereka menawarkan ramuan-ramuan khusus kekebalan untuk pemilihan umum.
Kemudian juga kabar adanya pedagang yang beramai-ramai melakukan aksi penimbunan barang kebutuhan pokok. Kabar itu disusul isu di beberapa tempat terpencil, penduduk berebut di rumah gadai.
Diduga ada upaya dari pihak tertentu untuk menciptakan situasi keruh yang berujung terjadinya konflik horizontal.
Yang paling menonjol dari desas-desus yang mencemaskan publik seluruh Jawa itu adalah kabar adanya aksi peracunan anggota parlemen. Isu tidak jelas sumbernya itu menimbulkan ketakutan di mana-mana.
Akibatnya muncul kasus kekerasan di sejumlah daerah, yakni di mana beberapa penjaja makanan dipukuli karena dituduh hendak melakukan aksi peracunan. Kasus ini dibahas secara serius di tingkat parlemen.
Lembaga bakteriologi Eyckmann di Rumah Sakit Umum Pusat Jakarta selama empat hari menerima lebih 600 contoh makanan yang diduga telah diracuni. Hasilnya, tidak ada satupun sampel makanan yang mengandung racun.
Beberapa partai politik sebelumnya mendapat tuduhan berada di belakang operasi peracunan itu. Mereka juga disangka melakukan penyebaran isu peracunan yang tidak benar tersebut.
“Tetapi bukti-bukti memperlihatkan penyebab utamanya adalah ketegangan yang ditimbulkan keadaan sosial”.
Pemerintahan Soekarno atau Bung Karno berusaha meredam isu atau desas-desus yang mencemaskan rakyat dengan seruan tetap tenang melalui radio. Namun yang dilakukan pemerintah tidak sepenuhnya berhasil.
Ketegangan sosial tetap terjadi. Ketegangan diperparah dengan adanya satuan-satuan tentara yang bergerak di kota-kota besar, kecil dan setiap jalan besar beberapa hari jelang 29 September 1955.
Di beberapa daerah bahkan berlaku jam malam tidak resmi, yakni dua atau tiga malam sebelum pemungutan suara. Di sejumlah tempat, toko-toko dan pasar-pasar di kota-kota dan desa-desa tutup setelah tengah hari pada 28 September 1955.
“Di beberapa tempat, suasana tenang dan sepi digambarkan tidak ubahnya seperti suasana habis serangan udara,” demikian dikutip dari Pemilihan Umum 1955 di Indonesia.
Kendati diwarnai situasi sosial yang mencekam karena hoax, pemilu 1955 berlangsung lancar. Secara nasional PNI meraup suara tertinggi yakni, 8.434.653 suara. Tempat kedua disusul Masyumi sebanyak 7.903.866 suara, NU sebanyak 6.955.141 suara, PKI sebanyak 6.176.914 suara dan PSII sebanyak 1.091.160 suara.
Sementara perolehan suara PSI (Partai Sosialis Indonesia) berada di urutan ke-8, yakni sebanyak 753.191 suara.
Editor : Solichan Arif