get app
inews
Aa Text
Read Next : Pasangan Mas Ibin-Elim Jadi Harapan Baru di Pilkada Kota Blitar 2024

Kisah Pembuangan Soekarno di Bengkulu, Dapat Tunjangan Rutin Tiap Bulan dan Bisa Kredit Piano

Sabtu, 08 April 2023 | 13:33 WIB
header img
Soekarno dan Inggit Garnasih. Saat dibuang Belanda di Bengkulu, Soekarno mendapat tunjangan rutin tiap bulan dan bisa kredit piano. (foto/ist)

BLITAR, iNewsBlitar - Soekarno atau Bung Karno ditangkap pemerintah kolonial Belanda dan kemudian dibuang ke Bengkulu. Penangkapan dilakukan setelah delapan bulan bebas dari penjara Sukamiskin Bandung.

Pada Maret 1938, Bung Karno dan istrinya, Inggit Garnasih tiba di Kota Bengkulu untuk menjalani hukuman pengasingan. Ikut serta dalam pembuangan Ratna Juami, anak angkat Bung Karno, serta Ibu Amsi, yakni mertua Bung Karno.

Kolonial Belanda memperlakukan Bung Karno dengan baik. Di Bengkulu, ia ditempatkan di sebuah rumah yang layak. Kecuali keluar Kota Bengkulu, yakni harus minta izin terlebih dahulu, Bung Karno bebas ke mana pun yang disuka.

Ketika menjalin hubungan dengan komunitas yang bergerak di bidang dakwah Islam, yakni khususnya para aktivis Muhammadiyah, Belanda juga tidak melarang. Bahkan sebagai orang buangan, Soekarno juga mendapat jatah bulanan dari pemerintah kolonial Belanda.

Tunjangan rutin bulanan itu diurus oleh Aspiran Kontelir BB di Bengkulu, Dr L.G.M Jacquet. “Salah satu tugas Aspiran Kontelir Jacquet ialah membayarkan tunjangan bulanan (maandelijkse toelage) kepada Ir. Soekarno yang berjumlah 150 gulden,” demikian dikutip dari buku Musim Berganti (1985).

Pada tahun 1938, ibu kota karesidenan Bengkulu berpenduduk 90.000 orang Indonesia dan 300 orang Belanda. Gaji bulanan yang diterima Dr L.G.M Jacquet sebagai pejabat HPB (hoofd plaatselijk bestuur), sebesar 275 gulden.

Namun karena masa krisis dan pemerintah harus berhemat, gaji dipotong 20 persen atau menjadi 220 gulden. Yang diterima setelah dikurangi pajak dan premi pensiun dan lain-lain, hanya 183 gulden.

Jumlah yang sedikit lebih besar dari jatah rutin yang diterima Bung Karno setiap bulan. Di Bengkulu Soekarno dikenal sebagai tokoh pergerakan yang mencintai seni.

Meski berstatus sebagai orang buangan, kecintaannya pada seni tak padam. Suatu ketika Soekarno berminat dengan alat musik piano yang sedang dilelang. Bung Karno mengajukan penawaran kredit.

Sebagai pejabat bestuur, Jacquet tahu betul kondisi keuangan Soekarno. Ia juga tahu suami Inggit itu memiliki banyak utang. “Khususnya utang beli buku”. Karena itu Jacquet kurang berminat meluluskan kredit yang diminta Soekarno.

Ia tahu keuangan utama Soekarno hanya bersumber dari tunjangan bulanan yang diberikan pemerintah kolonial Belanda. Namun karena pertimbangan politik, dengan terpaksa Jacquet memenuhi permintaan Soekarno.

Kredit diberikan dan untungnya kekurangan bisa dilunasi. Versi lain menyebut piano itu dibeli oleh Manap Sofianto, primadona tonil (sandiwara) bentukan Soekarno di Bengkulu. Manap membeli di pelelangan dengan menghutang.

Kepada Vendumeester (pelelang), ia mengatakan, penjaminnya adalah Soekarno. “Jika tuan sahabat Soekarno, ya boleh,” kata Vendumeester. Sesuai surat perjanjian yang dibuat, Manap akan mengangsur kepada Soekarno, namun karena sesuatu hal, kewajiban itu gagal dipenuhi.

Lebih dari tiga bulan kemudian, Bung Karno akhirnya selesai melunasi hutang pembelian piano itu sendirian. Total tunggakan seluruhnya 60 gulden. Versi lain cerita tentang piano itu diceritakan Bung Karno kepada Cindy Adams saat menulis Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia.

Editor : Solichan Arif

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut