BLITAR, iNewsBlitar – Wacana perlu adanya fasilitas BPJS (ketenagakerjaan dan kesehatan) untuk buruh informal atau pekerja konstruksi sektor informal muncul di Kabupaten Blitar Jawa Timur.
Hal itu mengingat jumlah pekerja bangunan (konstruksi) bukan hanya yang terbesar, tapi juga paling beresiko menghadapi kecelakaan kerja ketimbang sektor lain.
Wacana BPJS untuk buruh informal muncul dalam pertemuan Koordinasi Para Pemangku Kepentingan Sektor Konstruksi yang mengusung tema Satu Nyawa Berharga, Keselamatan dan Kesehatan Kerja = Hak Asasi Manusia.
Sudah jadi kewajiban pemerintah daerah, yakni dalam hal ini Pemkab Blitar menyiapkan skenario anggaran untuk fasilitas BPJS kepada pekerja konstruksi sektor informal.
“Salah satu rekomendasi kami, pekerja konstruksi sektor informal, khususnya di Blitar Raya berhak mendapat BPJS,” ujar Donny Pradana, mewakili Federasi Serikat Buruh Kerakyatan Indonesia (Serbuk Indonesia) Kamis (23/1/2025).
Pertemuan diketahui dihadiri perwakilan aktivis buruh Khamid Istahori yang mewakili Building and Wood Workers’ International (BWI) yang berkantor pusat di Genewa Swiss.
Kemudian Serbuk Indonesia, SBKI (Serikat Buruh Konstruksi Indonesia) Blitar Raya, Migrant Care, Sebumi KSBSI Kabupaten Blitar, SBMI Kabupaten Blitar, LBH Pos Malang dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kediri.
Sementara dari Pemkab Blitar hadir perwakilan Disnaker Kabupaten Blitar dan Dinas PUPR. Sedangkan dari legislatif hadir Anggota Komisi 3 DPRD Kabupaten Blitar.
Pihak BPJS Blitar yang di awal menyatakan menghadiri undangan forum, di tengah jalan tiba-tiba membatalkan.
Donny Pradana sebagai wakil Serbuk Indonesia dalam presentasinya juga menyinggung soal kontrak kerja, jaminan K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja), Upah layak dan Jam Kerja.
Temuan di lapangan, khususnya di Blitar Raya masih banyak pekerja konstruksi informal yang belum mendapatkan haknya secara layak.
Pada sisi lain, kondisi ini berjalan seiring rendahnya kesadaran berorganisasi. Belum lama ini, yakni akhir tahun 2024, SBKI Blitar Raya dideklarasikan di Kanigoro Kabupaten Blitar.
Soal skill pekerja konstruksi informal juga membutuhkan peran pemerintah. “Perlu ada sertifikasi untuk pekerja konstruksi informal,” ungkapnya.
Dalam pertemuan yang berlangsung kurang lebih 3 jam itu para aktivis membahas soal proyek strategis nasional (PSN) Jalur Lintas Selatan (JLS) di kawasan Blitar Selatan.
Seperti apa hak-hak pekerja konstruksi yang terlibat dalam proyek JLS, yakni terkait K3, upah dan kontraknya, muncul dalam diskusi.
Proyek JLS di Kabupaten Blitar terungkap dikerjakan oleh 3 kontraktor utama: PT Brantas Abipraya, Waskita dan PT MR dengan tiga subkontraktor yang semuanya tidak berkantor pusat di Blitar.
Para pekerja dengan kemampuan skill yang terlibat di proyek JLS itu juga diketahui tidak ada warga Blitar Raya. Semuanya dari daerah lain.
Khamid Istahori dari Building and Wood Workers’ International (BWI) menegaskan keselamatan kerja adalah hal utama sebagaimana penegasan tema: satu nyawa berharga.
Khamid mengungkapkan data Kementerian Ketenagakerjaan RI tahun 2022 yang menyebut kasus kecelakaan kerja di sektor konstruksi sebesar 32%.
Jumlah itu terbesar dibanding pekerja sektor lain seperti transportasi dan pertambangan.
Dewan Pertukangan Nasional pada 2023 memperkirakan 27 juta masyarakat Indonesia bekerja sebagai buruh konstruksi informal.
Mereka juga rentan dengan minimnya hak atas kepastian pekerjaan dan upah yang layak, serta jaminan sosial yang memadai.
“Karenanya keselamatan itu bukan hanya masalah terhindar dari kecelakaan kerja, tapi juga menyangkut keselamatan ekonomi, upah yang layak,” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Nanang Adi Putranto dari Disnaker Kabupaten Blitar secara normatif mengatakan pelaporan dan koordinasi intens dari semua pihak jadi hal yang penting.
Sebab sesuai ketentuan yang berlaku, kewenangan pengawasan berada di Provinsi Jawa Timur, dan daerah hanya melakukan pembinaan.
Terkait dengan wacana fasilitas BPJS untuk pekerja konstruksi informal, hal itu perlu koordinasi lebih lanjut dengan semua pihak terkait.
Hal senada disampaikan Sumaji dari Komisi 3 DPRD Kabupaten Blitar. Semua pembahasan yang muncul dalam diskusi menurutnya menarik.
Secara prinsip, kata legislatif mendukung, namun untuk lebih jauh diperlukan komunikasi lebih lanjut. “Ini menarik, namun perlu dilakukan pembicaraan lebih lanjut,” ujarnya.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait