BLITAR, iNewsBlitar.id - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), mulai tahun 2022 ini akan menerapkan Sertifikat Tanah Elektronik.
Meski rencana tersebut bakal segera direalisasikan tahun ini, namun dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyebut jika rencana penerapan Sertifikat Tanah Elektronik ini perlu waktu dan harus dilakukan secara bertahap.
Tujuan diterapkanya Sertifikat Tanah Elektronik adalah untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus sertifikat tanah.
Hal ini disampaikan oleh Kepala BPN Bidang Teknologi Informasi, Virgo Eresta Jaya. Dengan memulai transformasi tersebut, diharapkan dapat memudahkan masyarakat serta memberikan keamanan pada bukti kepemilikan hak atas tanah masyarakat.
“Transformasi digital ini bertujuan untuk mewujudkan visi Kementerian ATR/BPN menjadi institusi berstandar dunia. Keadaan teknologi yang ada juga sudah memadai untuk peralihan ke elektronik. Masyarakat sudah semakin tidak sabar menghadapi proses yang lama. Sertifikat tanah elektronik ini lebih cepat dan aksesnya pun lebih jelas,” ujar Virgo Eresta Jaya dalam keterangan tertulisnya, Kamis 10 Februari 2022.
Ia juga menjelaskan, sebagai dorongan dalam proses transformasi sertifikat tanah analog ke elektronik, para pemohon tidak dikenakan biaya untuk alih media.
Bahkan sejak tahun 2021 Kementrian ATR/BPN sudah memulai alih media. Kemudian berikutnya baru masuk ke tiga langkah untuk alih media sertifikat elektronik.
“Step pertama sementara untuk tanah-tanah pemerintah. Nanti sertifikat kertasnya berikan ke kami, lalu bila dibutuhkan akan dikembalikan sertifikat lamanya dalam keadaan sudah tidak berlaku," sambungnya.
Berikutnya, untuk tahap kedua akan dilanjutkan ke perbankan atau perusahaan BUMN.
Baru kemudian tahap ketiga masuk ke individual masyarakat. Sedangkan untuk saat ini selain kementerian, perubahan sertifikat menjadi elektronik sifatnya masih voluntarily atau suka rela.
Sejatinya sertifikat tanah elektronik akan mendatangkan banyak kemudahan bagi masyarakat. Namun kesimpangsiuran informasi bisa saja mempengaruhi reaksi masyarakat utamanya dalam masa-masa transisi. Keterbukaan informasi dan komunikasi yang proaktif menjadi salah satu pilar keberhasilan dalam mendukung kebijakan di lapangan.
“Sertifikat elektronik ini masih hal baru untuk masyarakat Indonesia. Mereka merasa sudah bertahun-tahun sertifikat berbentuk kertas, maka muncul kekhawatiran jaminan keamanannya atau diragukan sebagai agunan bank," tutur Direktur Jenderal (Dirjen) Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (IKP Kominfo), Usman Kansong.
Editor : Robby Ridwan
Artikel Terkait