JAKARTA,iNews.id - Kepala BSKAP Kemendikbudristek Anindito Aditomo mengatakan, penyusunan kurikulum operasional ini merupakan bagian dari otonomi profesi guru. Sebagai pekerja profesional, guru memiliki kewenangan untuk bekerja secara otonom, berlandaskan ilmu pendidikan.
Ada dua tujuan. Pertama, menegaskan bahwa sekolah memiliki kewenangan dan tanggung jawab mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan dan konteksnya. Kedua, agar proses perubahan kurikulum nasional terjadi secara lancar dan bertahap. Dikutip dari sumber Instagram @ninoaditomo, Jum'at (07/01/2022)
Anindito menjelaskan, terkait kurikulum, sebenarnya tugas pemerintah adalah menetapkan kerangkanya. Bukan menetapkan kurikulum yang sudah operasional, yang siap digunakan begitu saja oleh sekolah.
Menyusun kurikulum yang operasional adalah tugas sekolah. Jadi kurikulum antar sekolah bisa dan seharusnya berbeda, sesuai dengan karakteristik murid dan kondisi sekolah. Tentu asalkan mengacu pada kerangka yang sama.
"Sayangnya, ekosistem pendidikan kita sudah lama dianggap sebagai pelaksana kebijakan pusat. Dalam hal pembelajaran pun demikian. Mindset-nya kepatuhan pada aturan, bukan rasa berdaya sebagai pekerja profesional," ungkapnya.
Akibatnya regulasi kurikulum dari pusat kerap dianggap sebagai resep atau instruksi. Sampai format dokumen pun banyak yang merasa perlu diseragamkan dari pusat. Ini sebagian merupakan soal kapasitas guru. Tapi ini sebagian juga karena regulasi yang memang kadang terlalu kaku, rinci, dan menyeragamkan.
Kemendikbudristek sedang mencoba mengubah, salah satunya melalui kebijakan opsi kurikulum. "Kami ingin menegaskan bahwa sekolah bertanggungjawab untuk merefleksikan kerangka kurikulum mana yang cocok untuk mereka. Dan bahwa sekolah boleh dan seharusnya menyusun sendiri kurikulum operasional yang kontekstual, sesuai dengan kebutuhan murid dan kondisi sekolah," tegasnya.
Editor : Robby Ridwan
Artikel Terkait