Blitar.inews.id Akhir - akhir ini beredar informasi tentang wacana penghapusan bahan bakar minyak jenis premium dan pertalite. Hal itu karena pakar menganggap dua bahan tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan.
Rencana penghapusan dua bahan bakar tersebut dianggap sejalan dengan program pemerintah untuk mengurangi emisi terutama dari sektor transportasi.
Paling tidak itulah yang disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Energi UGM, Prof Deendarlianto. Masyarakat disarankan untuk menggunakan bahan bakar beroktan tinggi.
Mengacu pada perencanaan energi nasional, pemerintah harus mulai menghilangkan secara perlahan-lahan premium dan pertalite. Namun hal ini harus disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan gejolak.
“Proses transisi menuju konsumsi bahan bakar yang lebih ramah lingkungan sebenarnya telah dimulai sejak peluncuran pertalite pada tahun 2015 silam. Masyarakat sudah digiring untuk berganti dari premium ke pertalite,” katanya.
Saat ini masyarakat juga semakin sadar manfaat penggunaan bahan bakar beroktan tinggi akan berpengaruh terhadap mesin dan lingkungan. Terbukti dari struktur penjualan BBM, pengguna premium semakin berkurang. Masyarakat kelas ekonomi menengah telah lama beralih dari premium ke pertalite dan pelan-pelan mulai bergeser ke pertamax.
“Dominasi kendaraan roda empat menggunakan pertalite, sehingga kalau akan menghentikan premium, enam bulan waktu transisi sudah cukup,” katanya.
Data konsumsi energi di Indonesia, sebanyak 39 persen energi masih berbasis minyak, dan 64 persen diantaranya digunakan untuk transportasi. Dari jumlah tersebut, 90 persen konsumsi energi di sektor transportasi diperuntukkan bagi transportasi darat atau jalan raya.
Sejalan dengan proses transisi energi, pemerintah perlu memberikan subsidi energi kepada orang dan bukan produk tertentu. Selama ini subsidi diberikan terhadap barang.
Editor : Robby Ridwan
Artikel Terkait