JAKARTA,iNewsBlitar – Eks Kapolres Malang AKBP Ferly Hidayat memberikan keterangan yang mencengangkan sekaligus menggelikan terkait gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan, Malang Jawa Timur.
Eks Kapolres Malang mengatakan tidak tahu menahu adanya aturan pasal 19 FIFA tentang larangan penggunaan gas air mata dan senjata api untuk mengamankan massa dalam stadion.
Keterangan eks Kapolres Malang terungkap dalam hasil investigasi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Investigasi dilakukan atas penggunaan gas air mata yang diduga menjadi salah satu penyebab kematian 132 suporter Arema FC dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan.
Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi Pasaribu menyampaikan bahwa eks Kapolres Malang tidak menyebutkan larangan gas air mata dalam rencana pengamanannya (Renpam).
“Ketika kesempatan singkat kami dengan Kapolres Malang, Kapolres mengakui bahwa dirinya tidak mengetahui adanya aturan FIFA yang melarang penggunaan gas air mata,” kata Edwin, Jumat (14/10/2022).
Edwin menambahkan bahwa AKBP Ferly Hidayat tetap memperhatikan potensi pengamanan yang berlebihan. Sehingga, dirinya melarang penggunaan senjata api dan tindakan kekerasan yang berlebihan saat pengamanan.
“Dalam penyelenggaraan pertandingan antara Arema FC melawan Persebaya malam itu, Kapolres memberikan arahan kepada aparat lima jam sebelum pertandingan, ia melarang penggunaan senjata api. Kapolres juga melarang penggunaan kekerasan yang bersifat eksesif (berlebihan),” ucap Edwin.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo menuturkan bahwa petugas pengamanan stadion tidak mempunyai rencana prakondisi pengamanan yang memadai. Hal ini diungkapkannya berdasarkan temuan tidak adanya simulasi pengamanan sebelum pertandingan.
“Penyelenggara tidak melaksanakan simulasi pengamanan pertandingan, sehingga patut diduga penyelenggara tidak siap menghadapi situasi yang terjadi pada 1 Oktober 2022 tersebut,” kata Hasto.
Hasto memaparkan bahwa berdasarkan keterangan para saksi, patut diduga sejumlah oknum aparat keamanan malah menghalangi tim medis yang hendak memberikan pertolongan dengan tindakan represif.
“Pada relawan medis ini ada beberapa keterangan dari saksi yang menyatakan bahwa ketika dia akan menolong korban yang lain itu justru mengalami dihalang-halangi oleh aparat dan juga mengalami pemukulan,” ucap Hasto.
Bahkan, lanjut dia, tindakan represif pemukulan oleh sejumlah oknum aparat keamanan tersebut juga menyasar pada suporter Aremania yang ingin menolong rekan-rekannya yang sedang kesulitan.
“Oknum aparat keamanan menolak memberikan pertolongan pada korban yang luka yang meminta pertolongan setelah adanya tindakan oknum aparat keamanan yang terus saja melakukan tindakan kekerasan kepada orang-orang yang menolong korban kekerasan tersebut,” terang Hasto.
Editor : Solichan Arif
Artikel Terkait