JAKARTA, iNewsBlitar.id - Kehebatan Komando Pasukan Khusus atau Kopassus dan Raider, Kostrad di medan operasi tak perlu diragukan lagi. Sepak terjang prajurit kedua pasukan elite milik TNI Angkatan Darat (AD) ini selalu menorehkan tinta emas di setiap palagan. Salah satunya saat menghabisi Barok, sang algojo Poso. Barok dikenal sebagai jagal Poso karena seringkali memenggal kepala petani. Barok yang memiliki nama lengkap Subhan Arsyad alias Rangga merupakan pentolan kelompok teroris pengganti Santoso, pemimpin teroris Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang berafiliasi dengan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).
Dikutip dari buku berjudul “Kopassus untuk Indonesia: Profesionalisme Prajurit Kopassus” diceritakan pascakonflik horizontal di Poso, Sulawesi Tengah pada 2000, muncul kelompok teroris MIT pimpinan Santoso yang kerap melakukan aksi teror kepada masyarakat. Dalam aksinya, Santoso dan pengikutnya tidak segan-segan melakukan pemerasan, pembunuhan hingga pemenggalan. Eksekutor berbagai aksi teror tersebut dilakukan oleh Barok tangan kanan Santoso. Aksi kekerasan yang dilakukan Barok seringkali diabadikan dalam video dan disebarkan untuk menimbulkan rasa takut di masyarakat.
Selama menjalankan aksi terornya, kelompok ini sempat mendapat dukungan dana dan 10 orang Uighur dari Provinsi Xinjiang, China. Melengkapi dirinya dengan senjata organik dan rakitan serta senjata tajam, kelompok ini melakukan teror di desa-desa. Dua anggota polisi bernama Briptu Andi Sapa dan Brigadir Sudirman tewas akibat kekerasan yang dilakukan kelompok ini di Desa Tamanjeka, Taman Hutan Gunung Potong, Poso. ”Sewaktu pemakaman Santoso dan kawan-kawan di Poso, Juli 2016 terlihat di antara massa di pemakaman ada yang membawa bendera ISI,” ujar Danrem 132/Tadulako Kolonel Inf. Saleh Mustafa dikutip SINDOnews, Sabtu (7/5/2022).
Operasi Simpang Angin
Tak ingin jatuh korban lebih banyak lagi, perburuan terhadap kelompok teroris inipun dilakukan. TNI kemudian menggelar Operasi Simpang Angin dengan menerjunkan pasukan elite Kopassus dan Raider. Operasi ini dirancang oleh para perwira Komando di antaranya Danrem 132/Tadulako Kolonel Inf. Saleh Mustafa, Kolonel Inf. I Gusti Putu Danny Karya Nugraha, Mayor Inf. Romel Jangga Wardhana, beberapa perwira intelijen dan prajurit gabungan Kopassus dan Raider.
Pasukan Kopassus yang diterjunkan dalam misi perburuan ini mulai menjelajahi Pegunungan Biru yang berada di ketinggian 1.000-2.000 meter di atas permukaan laut (mdpl). Bahkan, perburuan dilakukan hingga ke Lembah Bada, Kabupaten Sigi di pedalaman Sulawesi Tengah yang memiliki luas bentangan hingga 200 kilometer persegi. Selain mengerahkan tim kecil untuk memburu para teroris di pedalaman hutan, Kopassus juga melakukan forensik digital terhadap telepon genggam dan barang-barang elektronik yang digunakan para teroris untuk memetakan pola pergerakan mereka.
Termasuk mengumpulkan informasi intelijen dari masyarakat setempat. Upaya tersebut membuahkan hasil, masyarakat yang semula takut lambat laun berani memberikan informasi keberadaan kelompok teroris. Berawal dari laporan masyarakat pada 1 April 2017 yang melihat sekelompok pria bersenjata di Kilo 13 Trans Sulawesi. Mereka memasuki permukiman warga untuk meminta logistik. Kemudian pada 12 Mei 2017, Satgas Intel menerima laporan kelompok bersenjata di Kilo 14 Trans Sulawesi yang diidentifikasi sebagai kelompok Ali Kalora.
Perburuan semakin mengerucut setelah pada 11 Mei 2017 kelompok bersenjata mendatangi Dusun Gunung Biru. Mereka membawa tiga pucuk senjata api, dan senjata tajam. Setelah ditemukan beberapa lokasi yang diduga sebagai tempat keberadaan para teroris, tim pemburu gabungan Kopassus dan Raider yang diberi kode Tim Petir Bravo langsung menuju ke titik sasaran. Pada 13 Mei 2017 tim tersebut diberangkatkan dengan menggunakan helikopter dari Batalyon 14 Sintuwu Maroso.
Setibanya di titik sasaran, para prajurit terlatih ini diturunkan dari helikopter dengan cara fast rope yakni, meluncur dari tali setinggi 30 meter. Hal itu dilakukan mengingat kondisi medan yang tidak memungkinkan untuk melakukan pendaratan. Enam prajurit yang berhasil turun langsung bergerak ke sasaran di Simpang Angin melalui jurang dan lembah yang terjal. Setelah dua hari perjalanan menembus hutan lebat dan jurang yang terjal, tepat pada 15 Mei 2017, enam prajurit pilihan ini akhirnya tiba di lokasi sekitar pukul 11.00 WITA dan menemukan sebuah bivak di tebing yang merupakan tempat persembunyian kelompok MIT Poso.
Prajurit Kopassus dan Raider langsung mengepung bivak tersebut dan memerintahkan orang-orang yang berada di bivak tersebut untuk keluar. Namun perintah tersebut malah disambut dengan rentetan tembakan dari para teroris. Kontak tembak antara prajurit Kopassus dan Raider dengan kelompok teroris MIT Poso tak terelakan. Salah seorang anggota teroris tergeletak di depan bivak. Saat anggota Tim Petir Bravo mendekat tiba-tiba dua orang menjatuhkan diri ke jurang. Ketika pasukan berupaya mengejar, tiba-tiba dari bawah bivak yang berbentuk rumah panggung terdengar rentetan tembakan.
Akibatnya, seorang prajurit terkena tembakan dari belakang, beruntung nyawanya masih tertolong karena peluru mengenai rompi antipeluru yang dikenakannya. Meski begitu, serpihan peluru tetap melukai punggungnya. Mendapat serangan mendadak tersebut, pasukan langsung membalas dengan berondongan tembakan ke kolong bivak. Serangan balasan tersebut mengakibatkan seorang teroris yang melakukan penembakan tewas seketika.
Setelah tidak ada serangan, pasukan kemudian melakukan pembersihan di sekitar bivak. Hasilnya, dua teroris tewas di lokasi. Keduanya diketahui bernama Muhidin Hamdiah alias Askar dan Subhan Arsyad alias Rangga alias Barok, algojo Poso. Selain menewaskan kedua teroris, Tim Petir Bravo juga menyita satu pucuk senjata SS1, enam bom rakitan, detonator, obat-obatan, makanan dan pancingan. Upaya perburuan terhadap Barok, Sang Jagal Poso pun berakhir. Empat hari kemudian, tepatnya pada 19 Mei 2017 mereka dijemput dengan menggunakan helikopter penerbad.
Editor : Edi Purwanto