Tak puas dengan segala pencapaian yang ia coretkan, Baskoro kembali mengejar pendidikan di Department of Architecture, Osaka University Jepang. “Saya belajar dari banyak arsitek hebat tentang desain ‘compact-living’ dan gaya arsitektural Jepang," ucap pria kelahiran tahun 1956 ini. Setelah lulus pada tahun 1999, ia lantas memutuskan untuk bergabung di beberapa asosiasi arsitek seperti Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) dan Arsitek Muda Indonesia (AMI).
Baskoro juga mendirikan sebuah firma desain yang dinamakan Baskoro Tedjo & Associates. Sekarang, ia banyak membawa karyanya mengikuti pameran-pameran hingga ke mancanegara, salah satunya adalah di Hague, Belanda, pada 23 April 1999. Melalui firma yang dibuatnya, beliau juga banyak mengikuti sayembara desain bangunan. Tak lama setelah itu, dia berhasil memenangkan sayembara desain Perpustakaan Bung Karno. Hal ini membuat namanya semakin dikenal di dunia arsitektur Indonesia.
“Kedua proyek inilah yang membuat nama saya lantas dikenal di dunia perarsitekturan di Indonesia,” ujar Baskoro. Akibat namanya yang naik daun, Baskoro Tedjo & Associates banyak mendapatkan permintaan desain. Menggunakan gaya compact-living atau rumah minimalis yang ia dapatkan kala berkuliah di Jepang, desain rumah yang ia rancang berhasil meraih perhatian nasional.
Banyak dari karyanya yang berhasil menjadi sorotan di majalah-majalah arsitektur dan menciptakan tren tersendiri. Baskoro dan firma kembali memenangkan banyak sayembara bergengsi, seperti Stasiun Monorail Jakarta, Campus Center ITB, Kalla Tower di Makassar, Rumah WWF di Jakarta, dan yang terakhir Indonesian Cultural Center di Dili, Timor Leste. Bahkan, semua pencapaiannya juga ia tulis ke dalam beberapa buku. Adapun, buku pertamanya adalah “Baskoro Tedjo – Extending Sensibilities Through Design” yang berisi koleksi karyanya dan diluncurkan pada tahun 2012. Menginspirasi ya perjalanan karier Baskoro!
Editor : Edi Purwanto