BLITAR, iNewsBlitar - Jumlah Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Kabupaten Blitar ternyata menduduki peringkat dua terbesar di Jawa Timur dan nomor empat secara nasional setelah Indramayu, Malang, dan Ponorogo.
Jumlah PMI yang begitu besar ini tentu harus menjadi perhatian serius, khususnya bagi pemerintah setempat.
Sebab menurut Haniv Avivu, Ketua Bidang Kepemudaan Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabupaten Blitar, banyak purna PMI yang setelah pulang dari luar negeri hidup dengan harta yang bergelimang.
Namun, tidak berselang lama perekonomian mereka kembali menyusut seperti saat sebelum bekerja keluar negeri.
Dirinya juga menyebut bahwa purna PMI memiliki gaya hidup yang tinggi. Hal itu ia sampaikan setelah menjalani Sidang Tesis di Universitas Islam Malang pada Senin, 29 Juli 2024.
"Jadi saya melakukan penelitian tentang perilaku konsumtif dan produktif purna PMI di Kabupaten Blitar. Melalui penelitian ini saya menarik kesimpulan bahwa perilaku konsumtif purna PMI di Kabupaten Blitar cenderung tinggi," ujarnya kepada jurnalis iNews Blitar.
Perilaku konsumtif ini dibuktikan dengan adanya beberapa indikator, yaitu suka membeli barang yang murah tanpa mempertimbangkan manfaat, membeli barang untuk menjaga status sosial, dan merasa percaya diri jika membeli barang yang branded atau mahal.
Bahkan, Haniv Avivu juga menemukan perempuan yang setelah lulus SMA langsung membuat visa untuk bekerja di luar negeri.
Dihadapan para akademisi, Haniv Avivu memaparkan tentang hasil temuan penelitian di lapangan yang telah ia olah dengan software NVivo 12 Pro.
Dimana saat itu hadir jajaran doktoral seperti Dr. Ridwan Basalamah (Alumnus Universitas Brawijaya, Dr. Nur Hidayati (Alumnus Universitas Airlangga), dan Dr. Eka Farida (Alumnus Universitas Islam Malang).
Haniv Mengatakan jika perilaku konsumtif ini berawal dari kehidupan glamor saat di luar negeri.
"Perilaku konsumtif purna PMI berawal dari pola kehidupan glamor saat bekerja di luar negeri. Purna PMI tidak menyadari bahwa apa yang mereka lakukan seperti membeli produk karena harga murah bukan atas dasar manfaat, membeli produk untuk mempertahankan status sosial itu merupakan perilaku konsumtif," ujarnya.
Menurutnya, Purna PMI sebenarnya menyadari bahwa mereka perlu mengikuti pelatihan untuk
meningkatkan kapasitas diri untuk merubah nasib.
Mereka juga berkeinginan untuk tidak lagi bekerja keluar negeri, namun apabila kebutuhan hidup masih belum terpenuhi sedangkan mereka tidak memiliki penghasilan yang tetap, maka kbali pergi keluar negeri merupakan pilihan.
Haniv menekankan jika peran pemerintah dalam posisi ini sangat diperlukan.
"Jadi purna PMI itu butuh pelatihan usaha, namun mereka tidak tahu hendak latihan dimana dan latihan seperti apa yang pas untuk menghasilkan cuan tambahan. Ini yang harus pemerintah sikapi agar purna PMI bisa hidup lebih sejahtera," katanya.
Terakhir, ia menjelaskan untuk detail pembahasannya ada di jurnal ilmiah yang sekarang ini sedang dalam proses penerbitan.
Editor : Robby Ridwan