get app
inews
Aa Read Next : Temuan Ilmuwan: Bentuk Bumi Ternyata Tidak Serupa Bola

Mata Hari, Telik Sandi Cantik Eropa yang Klepek-klepek Melihat Jawa

Rabu, 02 Februari 2022 | 16:33 WIB
header img
Mata Hari (foto : wikipedia.org)

BLITAR, iNewsBlitar- Mata Hari merupakan nama seorang mata-mata atau spionase wanita Eropa paling terkenal di dunia. Hidup Mata Hari berakhir tragis di depan regu tembak hukuman mati Negara Perancis.

 

Siapa sangka dalam perlintasan hidupnya Mata Hari pernah tinggal cukup lama di Indonesia. Margaretta Zelle belum berganti nama Mata Hari ketika suaminya menerima surat perintah tugas ke Hindia Belanda, dan ia dibawanya serta.

 

Rudolph MacLeod, suami Mata Hari adalah tentara Kerajaan Belanda keturunan Skotlandia yang kembali ditugaskan ke Pulau Jawa. Rudolph menikahi Margaretha di saat usianya sudah 38 tahun, dan calon istri yang belum genap berumur 23 tahun.

 

Margaretha Zelle kelahiran 7 Agustus 1876, di Leeuwarden, Belanda. Ia satu-satunya anak perempuan dari empat bersaudara yang dilahirkan pasangan Adam Zelle dan Anje van der Muelen.

 

Selain tua Rudolph juga mengidap penyakit diabetes dan rematik. Kendati demikian ia dikenal sebagai tentara yang akrab menggauli minuman keras, pesta dan main perempuan.

 

Setahun lebih menikah, Rudolph dan Margaretha dikaruniai seorang anak laki-laki yang mereka beri nama Norman John. Norman lahir 30 Januari 1897.

 

“Terburu-burunya mereka menikah lebih tampak karena didorong hasrat yang menggebu-gebu ketimbang keinginan untuk memiliki anak,” demikian yang tertulis dalam buku “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Margaretha gembira mendengar kabar penugasan suaminya. Ia menyambut kabar penugasan ke Pulau Jawa dengan penuh bahagia. Keluarga kecil ini pun dari Belanda kemudian pindah ke Ambarawa, Jawa Tengah.

 

“Di tempat barunya, Margaretha menemukan betapa mempesonanya Pulau Jawa. Ia menyukai hutan yang lebat dan penduduk Jawa yang ramah”. Margaretha yang berambut hitam, cepat menyesuaikan diri. Ia gemar mengenakan sarung layaknya perempuan pribumi, yang itu tidak dilakukan para istri tentara Belanda lainnya.

 

Kendati terlihat  bahagia, rumah tangga Margaretha berjalan tanpa keharmonisan. Rudolph terlalu mencemburui istrinya. Ia tak tahan melihat pesona kecantikan Margaretha yang selalu mengundang perhatian lawan jenis. Di luar sepengetahuan Rudolph, seorang letnan muda jatuh hati kepada istrinya dan berusaha mengejar-ngejar.

 

Namun di sisi lain kebiasaan Rudolph menenggak alkohol dan bermain perempuan tidak juga berhenti. Bahkan ia terang-terangan mengambil perempuan pribumi sebagai gundiknya.“Saya harus mendapat izin memakai baju apa, karena dia (Rudolp) takut saya terlihat terlalu cantik,” keluh Margaretha dalam sebuah surat  

 

Dalam situasi yang jauh dari situasi harmonis, Margaretha kembali mengandung anak kedua. Bayi perempuan yang diberi nama Jeanne Louise itu lahir 2 Mei 1898. Bayi perempuan membuat kecewa Rudolph yang lebih mendamba anak laki-laki. 

 

“(Bayi itu) sering dipanggil dengan nama Melayu, Non,” demikian yang tersebut dalam buku “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Setahun kemudian karir Rudolph naik menjadi komandan Garnisun. Kali ini Kolonial Belanda menugaskannya ke Medan, Sumatera Utara. Ia awalnya berangkat sendiri, dan kemudian Margeretha dan dua anaknya datang menyusul.

 

Di Medan, Margaretha dan anak-anaknya menempati rumah dinas yang bagus. Sebagai istri komandan, mau tidak mau ia kerap menggelar pesta yang mewah.  Dalam buku “Eye of Down”, sejarawan Erika Otrovsky menulis: sejak saat itu Margaretha seperti ratu.

 

“Dia memakai baju dengan model palimg mutakhir yang diimpor dari Amsterdam, Belanda, sehingga tampak elegan dan menjadi panutan kecantikan,” tulis Erika Ostrovsky.

 

“Dia melayani tamunya dengan bahasa asli mereka: bahasa Belanda, Jerman, Inggris, maupun Perancis. Tapi dia memberikan instruksi kepada semua pelayan dengan Bahasa Melayu,” tambahnya.

 

Margaretha pandai bermain piano, serta anggun dalam berdansa. Rudolph merasa bangga dengan kiprah istrinya yang secara tak langsung mengangkat kelas sosialnya.

 

Namun rumah tangga yang mulai berjalan harmonis itu, kembali gaduh. Tanggal 27 Juni 1899. Dengan didahului jeritan menyayat dari kamar, Margaretha mendapati kedua anaknya muntah-muntah.

 

Muntahan yang berwarna hitam. Nyawa Norman kecil tidak tertolong, namun si Non, adiknya masih selamat dan langsung dirawat di rumah sakit. Dokter menyatakan, kedua anak itu diracun, meskipun tidak pernah terbukti siapa yang melakukannya.

 

Rumor yang berkembang, pembantu mereka lah pelakunya. Sejak itu Margaretha dan Rudolph masing-masing tenggelam dalam depresi berkepanjangan. Margaretha menghabiskan waktu dalam diam, dan nyaris tidak beraktifitas.

 

Sedangkan Rudolph menjadi peminum berat. Rudolph terus menyalahkan Margaretha sebagai penyebab kematian Norman kecilnya. “Penghisap darah. Norman mati karena kamu!,” katanya menghardik seperti yang tertulis dalam “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Dalam situasi rumah tangga yang buruk, Rudolph kembali menerima tugas kembali ke Jawa. Di Jawa Rudolph terus menjalani kebiasaannya sebagai peminum. Sementara Margaretha mencari kenyamanan baru dengan banyak membaca ajaran Hindu.

 

Depresi yang berlebihan membuat Margaretha terserang tipus, dan kerap mengalami halusinasi. Rudolph kemudian memutuskan kembali ke Eropa dengan membawa serta istri dan anaknya.

 

Di Eropa situasi rumah tangga mereka semakin buruk. Rudolph tidak hanya mabuk-mabukan, tapi juga memukuli Margaretha setiap kali naik pitam. Tidak tahan berada dalam situasi penuh tekanan, Margaretha memutuskan menggugat cerai.

 

Langkah yang kala itu masih menjadi aib (perempuan menggugat cerai suami) bagi masyarakat Eropa. Namun anehnya Pengadilan Amsterdam mengabulkan gugatan Margaretha.

 

Menjadi Telik Sandi

Margaretha yang menyandang status janda, kemudian bertolak ke Perancis. Si Non (anak perempuan satu-satunya), ia serahkan kembali ke Rudolph setelah sebelumnya tidak mampu menghidupi.

 

Di Paris Margaretha mencoba kerja di bidang teater dan modelling yang sejak awal menarik minatnya. Margaretha yang ingin menjalani kehidupan baru mengubah namanya menjadi Mata Hari sekaligus membaptisnya secara resmi.

 

Ia mengambil nama Mata Hari yang berasal dari bahasa melayu. Pada 13 Maret 1905, Mata Hari mulai bekerja di Guimet Museum Paris. Ia tampil sebagai seorang penari erotis.  

 

Setiap tampil Mata Hari memakai busana koleksi musium, begitu pula empat penari pendampingnya. Pakaiannya selalu mencolok layaknya putri India. Namanya terkenal sebagai diva.

 

Penampilan Mata Hari selalu mengundang decak kagum sekaligus membius. Russel Warren Howe dalam buku “Mata Hari: The True Story” menulis : setengah ukiran dari ukiran Dewa Siwa, dengan empat tangan, ditempatkan di panggung yang telah dimodifikasi dengan semangkuk minyak yang dibakar di kakinya.

 

Mata Hari memberi warna baru dalam seni tari. Sebagai penari striptease ia lebih menonjolkan seni. Namanya populer di sejumlah negara di Eropa. Undangan pun berdatangan.

 

Ia kerap manggung di Spanyol, Monte Carlo dan Jerman. Dengan pesona kecantikan serta kemolekan tubuhnya Mata Hari menari dengan gerakan erotis. Di depan para pengagumnya ia tanggalkan pakaian satu persatu hingga nyaris bugil.

 

Mata Hari juga mulai mengarang cerita soal riwayat hidupnya. Ia membual lahir di India dari keluarga brahmana. “Tariku adalah puisi suci di mana setiap gerakan adalah sebuah kata ditekankan oleh musik,” katanya dalam “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Tanggal 23 Mei 1914. Penampilan di sebuah hall di Jerman menjadi titik awal Mata Hari berkenalan dengan dunia intelijen. Sayangnya tidak semua orang suka. Sejumlah penonton yang menilai penampilannya tak bermoral melaporkan ke polisi.

 

Griebel, seorang polisi Jerman yang sedang menyidiknya, justru terbius oleh penampilan Mata Hari. Traugott von Jagow, atasan Griebel justru jatuh hati dan diam-diam mengambil Mata Hari sebagai kekasihnya.

 

Jagow merupakan intel Jerman. Dalam sebuah versi menyebut, Jagow yang merekrut Mata Hari sebagai telik sandi untuk mematai-matai Perancis.

 

Sejarawan Erika Ostrovsky percaya, Mata Hari sempat mendapat pendidikan di sekolah intelijen Jerman di Antwerp, Belgia. Sekolah telik sandi itu dipimpin Elsbeth Schragmuller.

 

Eslbeth seorang wanita yang terkenal bertangan besi, berdisiplin tinggi sekaligus berstamina besar. Pasukan sekutu menyebut Elsbeth Schragmuller sebagai Fraulein Doktor. 

 

Mata Hari menghabiskan 15 pekan untuk belajar spionase. Materi tentang kode, tipu muslihat, penggunaan bahan kimia, peta memori, fotografi dan penggunaan tubuh seorang model sebagai senjata yang ampuh, ia lahap habis. Ia mendapat kode nama “H 21”.

 

Saat itu jelang Perang Dunia I yang meletus pada 4 Agustus 1914. Hubungan Perancis dan Jerman tengah memanas. Mata Hari keluar dari Jerman, dan masuk ke Perancis dengan alasan polisi Jerman mengancam orang asing.

 

Dari Perancis, Mata Hari pergi ke Swiss, lalu kembali ke Jerman dan berlanjut ke Amsterdam Belanda.Jelang Perang Dunia I praktis Mata Hari melakukan perjalanan bolak-balik Paris ke Belanda.

 

Di Paris, Mata Hari yang berusia 40 tahun bertemu Vladmir Masloff yang berusia 21 tahun. Vladmir seorang tentara Rusia. Keduanya saling jatuh hati dan kelak menjadi pasangan kekasih sampai mati.

 

Persoalan muncul saat Vladmir cedera serius akibat gas beracun yang dilontarkan tentara Jerman. Vladmir menjalani perawatan di rumah sakit militer di Vittel, Perancis, yakni sebuah kawasan perang. Mata Hari yang hendak membezuk, harus menjalani pemeriksaan George Ladoux.

 

Ladoux berpangkat kapten yang bertugas di lembaga kontraspionase Perancis. Mata Hari sudah lama dicurigai sebagai mata-mata Jerman. Dalam interogasi Ladoux menawari Mata Hari tugas memata-matai Jerman.

 

Ladoux mengiming-imingi imbalan besar serta kemudahan menjenguk Vladmir Masslof di Vittel. Sebuah tawaran yang berbahaya. Mata Hari sadar akan hal itu tapi tetap mengambilnya. Ia sedang membutuhkan banyak uang untuk hidup bahagia bersama Vladmir Masslof. Mata Hari sadar menjadi agen ganda, dan karenanya ia tidak akan berlama-lama.

 

“Dia dan Vadim (Vladmir Masslof) butuh banyak uang untuk dapat bertahan dengan gaya hidup glamour,” seperti yang tertulis dalam “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Ladoux menugasi Mata Hari menjadi spion di Brussels, Belgia. Karena situasi perang, ia terpaksa lebih dulu memutar lewat  Spanyol, Inggris, Belanda dan baru bisa ke Brussels.

 

Namun saat di Inggris Mata Hari ditangkap. Inggris tengah memburu mata-mata Jerman, seorang perempuan bernama Clara Benedix. Ciri-ciri Clara ada pada diri Mata Hari yang memiliki nama alias sama, yakni Margaretha Zelle.

 

Mata Hari membantah, namun keterangannya tidak didengar. Otoritas Inggris kemudian menulis surat kepada Kapten George Ladoux yang intinya meminta Mata Hari dikirim ke Spanyol. 

 

Pada Desember 1916, Mata Hari berada di Madrid Spanyol di bawah pengawasan tentara Spanyol Letnan Wilhelm Canaris. Mata Hari terus berusaha mencari informasi untuk keuntungan Perancis, agar segera dibayar.

 

Ia menjalin kemesraan dengan Arnold Kalle, seorang tentara Jerman berpangkat Mayor. Ia mengirim informasi soal kapal selam Jerman kepada Perancis. Kalle mengetahui hal itu dan marah.

 

Sementara sekembalinya ke Perancis, Ladoux menolak membayar Mata Hari dengan alasan informasinya tidak bernilai. “Mata Hari terpukul dengan kenyataan itu, namun dia tidak mau keluar dari tugasnya,” demikian yang tertulis dalam  “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Jerman yang merasa telah dipecundangi, kemudian melakukan operasi kontraspionase. Jerman mengirim informasi tentang Mata Hari dengan sebuah kode yang mereka tahu Perancis akan mudah memecahkannya.

 

Jerman sengaja membuat Perancis mudah membacanya. Motifnya adalah mendorong Perancis membunuh agennya sendiri atau mungkin untuk menunjukkan bahwa dia benar-benar agen ganda untuk Perancis dan Jerman.

 

“Dengan kata lain Jerman ingin Mata Hari dibunuh, namun mereka ingin Perancis yang melakukan pekerjaan kotor itu”. Skenario Jerman betul-betul bekerja.

 

Tanggal 13 Februari 1917, Perancis menangkap Mata Hari atas tuduhan kegiatan siponasenya. Mata Hari menolak tuduhan agen ganda. “Saya tak bersalah,” katanya tegas Mata Hari. “Seseorang yang bekerja di kontraspionase Perancis telah mempermainkan saya,” tambahnya.

 

Keterangan Mata Hari tidak dipercaya. Setelah menjalani masa penahanan dan interogasi yang menyiksa, pada 24 Juli 1917 Mata Hari diadili. Publik Perancis heboh dan berbondong-bondong menghadiri sidang.

 

Terdakwa Mata Hari untuk pertama kalinya terlihat di hadapan publik. Ia mengenakan baju berwarna biru yang indah dipadu topi yang bagus. Satu-satunya yang membela Mata Hari hanya Edouard Clounet, pengacaranya.

 

Pengadilan Perancis menjatuhkan vonis kepada Mata Hari alias Zelle alias Marguerite alias Gertrude dengan hukuman mati. Mata Hari hanya bisa terpaku. Tatapannya kosong.

 

Sementara Edouard Clounet menangis di sebelahnya. Pelaksanaan hukuman mati berlangsung 15 Oktober 1917 pagi. Meski sempat syok, Mata Hari menghadapi hukuman mati dengan berani.

 

“Jangan takut suster. Saya tahu bagaimana itu mati,” kata Mata Hari kepada dua biarawati di penjara seperti dikisahkan buku “Siasat Jitu Intel Dunia”.

 

Mata Hari menolak tawaran penutup mata ketika digiring untuk menghadapi regu tembak. Bahkan ia sempat memberi ciuman jarak jauh kepada 12 orang penembaknya, sebelum senapan meletus.

 

Karena tidak ada keluarga yang bersedia mengurus jenazah, Pemerintah Perancis kemudian memberikan jasad Mata Hari kepada sekolah kedokteran untuk dipakai  praktik mahasiswanya di ruang bedah.

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut