BLITAR, iNewsBlitar - Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (Ismahi) menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal Pemilu ditunda adalah keputusan yang salah. PN Jakpus menjatuhkan hukuman kepada KPU yang digugat oleh Partai Prisma supaya membatalkan Pemilu yang telah ditetapkan secara konstitusional pada 2024.
Plt Sekjen Ismahi Triwiyono Susilo mengatakan, banyak ahli hukum yang menjustifikasi bahwa putusan PN Jakpus dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt adalah inkonstitusional. Tidak hanya itu, keputusan ini juga bukan kompetensi absolut PN untuk mengadili perkara tersebut.
Undang-Undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan dengan tegas menyatakan bahwa setiap gugatan melawan hukum oleh pejabat pemerintahan harus diselesaikan melalui jalur pengadilan tata usaha negara (PTUN bukan melalui pengadilan negeri (PN) dan Pengadilan Agama (PA).
Ia menilai jika PN jakpus mengadili objek sengketanya surat keputusan (SK) yang dikeluarkan oleh KPU, maka PN Jakpus bersifat Displacement. Ini artimya PN Jakpus telah menegakan hukum yang keluar dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Selain itu, putusan PN Jakpus yang menghukum KPU untuk menunda pemilu yang diselenggarakan pada 2024 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku. Menurutnya, PN Jakpus tidak bisa membedakan secara jelas dan tegas antara status perkara yang bersifat privat dengan posisi kasus hukum yang berada dalam jangkauan masalah publik.
Sengketa di antara partai prima dengan KPU adalah sengketa perdata yang bersifat privat bukan publik. Implikasi logisnya Maka putusan yang dijatuhkan oleh PN Jakpus sepatutnya pun bersifat privat yang berarti putusannya hanya mengikat kedua belah pihak yang berperkara.
Pada amar putusan dalam poin kelima Hakim PN Jakpus menghukum tergugat KPU untuk menunda pemilu yang akan diselenggarakan pada 2024. “Putusannya ini bukan lagi bersifat privat melainkan telah memasuki putusan publik yang kekuatan mengikatnya bukan hanya bagi yang berperkara tetapi juga mengikat publik,” ungkapnya.
Ia menilai putusan PN Jakpus tersebut justru melecehkan dan menghina martabat dari hak rakyat yang telah di atur untuk melakukan pemilihan umum setiap 5 tahun sekali. “Dengan kata lain dibalik putusan penundaan pemilu yang dijatuhkan oleh PN Jakpus kepada Tergugat (KPU) ada kooptasi dan pemerkosaan hukum secara ilegal yang dilakukan oleh hakim PN Jakpus,” tegasnya.
Metode rule breaking (melampaui hukum) yang dilakukan oleh hakim PN Jakpus atas perkara partai Prima melawan KPU dengan penundaan pemilu tidak menghasilkan keadilan dan kemanfaatan sebagaimana yang menjadi orientasi sentral hukum. Putusan itu justru menciptakan ketidakpastian, ketidakadilan, dan juga merugikan rakyat.
Oleh karena status putusan PN Jakpus ini melanggar hukum dan tidak menghormati hak rakyat untuk melaksanakan pemilu sesuai dengan standar yang ditentukan oleh undang-undang yang sedang berlaku.
Editor : Robby Ridwan