Logo Network
Network

Kisah LB Moerdani yang Berani Tolak Permintaan Penting Bung Karno

Arif
.
Rabu, 31 Agustus 2022 | 07:49 WIB
Kisah LB Moerdani yang Berani Tolak Permintaan Penting Bung Karno
Mayor Infanteri Benny Moerdani dan Presiden Soekarno seusai penyematan Bintang Sakti di halaman Istana Merdeka pada November 1960. (foto: repro)

JAKARTA, iNewsBlitar - Kecakapan Mayor Infanteri LB Moerdani atau Benny Moerdani yang kelak di masa pemerintahan Presiden Soeharto menjadi Panglima ABRI (sekarang TNI), telah memikat hati Presiden Soekarno atau Bung Karno.

Benny Moerdani menjadi salah satu tentara penerima penghargaan Bintang Sakti. Pada November 1960, anugerah untuk para tentara yang berjasa dalam operasi Pembebasan Irian Barat (sekarang Papua) itu disematkan langsung oleh Bung Karno.

Pada dada kiri Benny, yakni di bawah wing tanda kecakapan pasukan payung, tersemat penghargaan Bintang Sakti. Di halaman Istana Merdeka, Bung Karno berpidato dengan menyebut para penerima Bintang Sakti sebagai pahlawan.

“Korbanmu tidak kecil, korbanmu besar sekali. Engkau boleh dinamakan pahlawan, pahlawan bangsa,” kata Bung Karno seperti dikutip dari buku Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan (1993).  

Benny Moerdani lahir 2 Oktober 1932 di Cepu, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Ayahnya, Raden Bagus Moerdani Sosrodirdjo seorang pegawai jawatan kereta api yang sering berpindah-pindah tugas. Ibunya yang bernama Jeanne Roech adalah wanita berdarah Eropa kelahiran Magelang yang berprofesi guru taman kanak-kanak.

Di usia yang belum genap empat tahun, Benny kecil dibawa pindah orang tuanya ke Semarang. Kemudian pindah tugas lagi ke Yogyakarta dan lantas menetap di Solo. Di kesatuannya Resimen Para Komando Angkatan Darat atau RPKAD (sekarang Kopassus), Benny Moerdani menjabat Komandan Batalyon I RPKAD.  

Pada pertengahan tahun 1964, Benny dipanggil untuk menghadap Bung Karno di Istana Negara. Bung Karno ingin tahu duduk persoalan insiden bentrokan antara anggota RPKAD dengan anggota Cakrabirawa atau Tjakrabirawa dari unsur KKO (sekarang Marinir).

Kabar adanya bentrok fisik di lapangan Banteng yang dipicu aksi saling ejek, sempat membuat Bung Karno marah. Insiden tersebut bersamaan dengan acara pertemuan para dokter militer di Istana Negara. Pertikaian berakhir damai setelah para pimpinan pasukan, yakni Benny Moerdani, Mayor Saminu dan Komandan Resimen Cakrabirawa Kolonel CPM Moh Sabur bertemu di Markas Garnizun Jakarta. 

Di beranda belakang Istana Merdeka, Benny dan Bung Karno bertemu. Dalam pembicaraan itu Benny lebih banyak mendengarkan, sementara Bung Karno bercerita panjang lebar bagaimana di setiap negara harus punya pasukan elite. Yang dimaksud Bung Karno adalah Cakrabirawa yang berdiri awal Mei 1963.

“Tugas pasukan elite kecuali untuk bisa melindungi negara dari ancaman musuh, yang juga tidak kalah pentingnya harus selalu siap sedia untuk melindungi kepala negara,” demikian dikatakan Bung Karno.

Benny Moerdani kemudian dibuat tersentak oleh Bung Karno. Dalam percakapan itu Bung Karno tiba-tiba meminta Benny Moerdani untuk menjadi anggota Cakrabirawa. “Ben, saya menginginkan kamu menjadi anggota Cakrabirawa”.  

Benny kaget dan seketika terdiam. Suasana pun berubah hening. Di pikiran Benny tidak pernah menduga akan mendapat perintah semacam itu. Namun kemudian dengan perlahan ia memberanikan diri menjawab, yang itu membuat Bung Karno marah.

Benny Moerdani yang sepanjang karir militernya digembleng untuk menjadi pasukan komando mengatakan, dirinya ingin menjadi tentara yang betul-betul tentara. Bagi Benny Moerdani, tugas yang dijalankan Cakrabirawa bukan tugas seorang anggota militer profesional.

“Lho, apa kau pikir Cakrabirawa bukan tentara,” teriak Bung Karno dengan nada marah seperti dikutip dari Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan.

Benny Moerdani buru-buru menjelaskan dengan dalih dirinya ingin menjadi komandan brigade terlebih dahulu. Ia sengaja mengemukakan alasan tekhnis agar Bung Karno berhenti memaksakan keinginannya.

Cara Benny Moerdani berkelit, ampuh. Bung Karno kemudian mengalihkan pembicaraan dengan tema lain. Bung Karno berbicara tentang urusan keluarganya, anak-anaknya, termasuk keinginan menikahkan anaknya dengan anggota militer seperti Benny Moerdani.

“Saya sebetulnya ingin anakku kawin dengan seorang pahlawan. Ya seperti engkau ini,” kata Bung Karno dengan suara perlahan seperti dikutip dari Benny Moerdani Profil Prajurit Negarawan.

Benny Moerdani tahu, keinginan Bung Karno untuk menjadikan dirinya sebagai menantu dilandasi niat yang baik. Namun ia tidak bisa memenuhi hal itu karena sudah memiliki pilihan sendiri. Mengingat Bung Karno merupakan Kepala Negara sekaligus orang tua yang tengah merindukan datangnya menantu, Benny Moerdani berhati-hati dalam menolak.

Ia berusaha keras memilih kata-kata penolakan yang tidak menyinggung perasaan. Bung Karno pun bisa menerima alasannya. Dengan perasaan lega, Benny Moerdani kemudian bisa meninggalkan halaman Istana Kepresidenan tanpa diberati beban.

Pada pemerintahan Presiden Soeharto, karir militer Jenderal Benny Moerdani berada di puncak. Ia diangkat menjadi Panglima ABRI selama lima tahun (28 Maret 1983 – 27 Februari 1988). Ia juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan.

Pada 29 Agustus 2004 Benny Moerdani yang mengalami stroke dan infeksi paru-paru, meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto Jakarta. Jenderal Benny Moerdani yang dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata  meninggalkan seorang istri, satu putri dan lima orang cucu.

Editor : Solichan Arif

Follow Berita iNews Blitar di Google News

Bagikan Artikel Ini