Secara kedinasan Jan Bik lah yang memikul tanggung jawab atas masa kurungan Diponegoro di Batavia. Melihat kehadiran Pangeran Diponegoro di Balai Kota, jiwa seniman Jan Bik terpantik. Secara pribadi ia menyiapkan pensil dan selembar kertas untuk membuat sketsa lukisan dengan subyek hidup yang secara fisik berjarak dekat dengannya. Jan Bik ingin mengabadikan sang Pangeran yang telah menjadi seorang pesakitan. “Pangeran yang ditawan itu sepenuhnya tersedia bagi Bik,” kata Harm Stevens.
Proses memindahkan sosok Pangeran Diponegoro ke dalam sketsa di atas kertas putih itu, relatif berjalan lancar. Diponegoro memenuhi apa yang menjadi keinginan Jan Bik. Dia duduk di atas kursi dengan lengan kiri bertumpu pada sandaran, dengan posisi berhadapan dengan Jan Bik yang berjarak dekat. Bik yang mengawali karier seniman dengan melukis di atas permukaan porselein, mampu bekerja dengan baik.
Dia sanggup menggambar wajah Pangeran Diponegoro secara akurat. Hasil dari energi dan kemampuan yang banyak tercurah itu adalah wajah Diponegoro berparas halus dengan sorot dua bola mata yang menatap tajam. Gestur wajah yang kemudian kerap disebut memancarkan martabat. Sementara pakaian Diponegoro, yakni kebaya yang ditutup kancing dan jas longgar yang disampirkan di bahu, kemudian keris terselip pada selempang berhias sulaman serta kepala tertutup serban dengan ujung tergantung di atas bahu kiri, ia tuntaskan dalam sketsa kasar.
Pada masa di antara 8 April dan 4 Mei tahun 1830 itu, Jan Bik berhasil menuntaskan gambar sketsa Diponegoro separuh badan. Ia menuliskan dua judul di sebelah kiri bawah dan tengah lukisan: A.J. Bik, digambar dari model hidup, Batavia 1830 dan Diponegoro, kepala para pemberontak di Jawa.
Editor : Edi Purwanto