Ratusan Warga Masyarakat LMDH Minta 38 Ribu Hektare KHDPK tanpa Perjanjian kerjasama

Ridwan
Ratusan Warga LMDH di Blitar Selatan Menggelar Aksi Unjuk Rasa di Depan Kantor KPH Perhutani Blitar, Selasa (31/10/2023)

Blitar, iNewsBlitar - Ratusan warga dari Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) di Kabupaten Blitar meminta sekitar 38 ribu haktare lahan Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus di Blitar (KHDPK) di wilayah KPH Perhutani Blitar. Mereka menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor KPH Perhutani Blitar, Jalan Sudanco Supriadi, Kota Blitar, Selasa (31/10/2023).

 

Masa membentangkan poster dan spanduk berupa tuntutan kepada Perum Perhutani. Diantaranya "Ayo kelola hutan tanpa korupsi"

 

Koordinator aksi, M Triyanto mengatakan, bahwa sesuai dengan Surat Keterangan (SK) Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 287/MENLKH/SETJEN/PLA.2/4/2002 mengambil alih pengelolaan kawasan hutan sekitar sejuta haktare di Pulau Jawa. Lahan ini meliputi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Banten. Sementara di wilayah KPH Perhutani Blitar ada sekitar 38 ribu haktare.

 

Triyanto menilai bahwa berdasarkan SK ini, maka KHDPK kini dibawah naungan negara, tidak lagi dikelola oleh KPH Perhutani. Untuk itu, warga meminta pada KPH memberikan KHDPK ke warga di LMDH untuk mengelola tanpa adanya perjanjian kerjasama atau PKS antara LMDH dengan Perum Perhutani.

 

"Sesuai dengan SK nomor 287 ini, seharusnya KHDPK dikelola warga dan ada pemberitahuan dari perhutani kepada warga adanya SK 287 ini," ungkapnya. 

 

Ia juga menyayangkan adanya pengelolaan hutan yang beralih fungsi menjadi lahan tebu, tidak hanya itu saat ini banyak hutan yang gundul dan ada uang miliaran rupiah untuk penghijauan dan tidak pernah berhasil. 

 

Ia juga meminta kepada Kejaksaan Negeri Blitar untuk tidak menindak warga yang mengelola hutan. Apalagi saat ini ada 38 ribu haktare lahan KHDPK yang harusnya dikelola oleh masyarakat LMDH. 

 

Sementara itu, Administrator Perum Perhutani Blitar, Muklisin mengatakan, bahwa selama ini wilayah hutan masih menjadi tanggungjawab Perum Perhutani. Adanya PKS ini tertuang dalam Permen LKH Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengelolaan Perhutanan Sosial Pada Kawasan Hutan dengan Pengelolaan Khusus.

 

Muklisin menjelaskan, bahwa selama ini jika ada persoalan di hutan Perum Perhutani menjadi yang terdepan untuk dimintai keterangan, seperti kebakaran hutan. Untuk itu, PKS ini perlu untuk diperlukan supaya warga mengelola dibawah payung hukum. 

 

Menurutnya, lahan yang dikelola oleh warga tanpa adanya PKS, justru membuat warga lemah. Selain itu, legalitas hak pengelolaan justru tidak jelas, sehingga justru bertabrakan dengan hukum.

 

Adanya PKS ini, membuat warga dapat mengelola hutan dengan aman dan tetap mempertimbangkan untuk menanam pohon berakar tunggang untuk melindungi hutan dari longsor.

 

"Kalau kita ke Blitar selatan, kanan kiri jalan semua gundul, semua ditanami tebu oleh warga," ungkapnya.

 

Ia berharap hutan yang dikelola oleh warga tidak menjadi lahan tebu dan tidak ada pohon tegakannya. Sebab, akibat hilangnya pohon berakar tunggang ini membuat hutan tidak dapat menyerap air dan meningkatkan suhu lingkungan.

 

"Kita lihat kalau hutan semuanya menjadi lahan tebu, maka cuaca akan semakin panas, bahkan rawan akan banjir," tegasnya.

Editor : Robby Ridwan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network